Pekerja di Jepang Bisa Tinggal 80 Km dari Tokyo

Jakarta -Permasalahan perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di kota-kota besar Indonesia seperti Jakarta terbentur ketersediaan lahan dan harga yang kelewat tinggi.

Persoalan ini di negara-negara maju bisa ditangani dengan infrastruktur transportasi andal seperti kereta yang menghubungkan daerah-daerah pinggiran dengan pusat kota seperti di Jepang.


Pengamat bidang perumahan sekaligus Mantan Dirut Perumnas, Latief Malangyudo mengatakan meski Jakarta merupakan pusat bisnis namun tidak seharusnya semua orang itu tinggal di Jakarta. Ia mencontohkan warga luar Tokyo yang tinggal yang jauh di luar Tokyo bisa bekerja di Ibu Kota Jepang tersebut dengan nyaman.


"Meski pusat bisnis di Jakarta, mereka tak perlu tinggal di Jakarta. Seperti Tokyo orang bisa tinggal 80 Km dari Tokyo. Dan bisa dengan mudah mereka pergi ke tempat bisnisnya, karena pemerintahlah punya tugas siapkan infrastrutur seperti itu," kata Latief dalam Acara Silaturahmi Perumahan Rakyat di JW Marriot Jakarta (27/2/2014).


Latief menambahkan, pemerintah harus menarik orang-orang dari jakarta untuk tinggal di luar Jakarta. Yaitu dengan membangun perumahan-perumahan rakyat di sekitar stasiun kereta di jalur Jakarta-Bogor atau Jakarta-Bekasi.


"Jakarta penduduk siang malam beda. Orang Jakarta harus ditarik keluar dari Jakarta, caranya di setiap stasiun dibangun perumahan rakyat di sekelilingnya. Seperti jalur Jakarta-Bogor, Jakarta-Merak, Jakarta-Bekasi," imbuhnya.


Ia menegaskan persoalan perumahan pemerintah harus ikut campur atau melakukan intervensi. Latief meminta persoalan perumahan MBR tak boleh diserahkan pada mekanisme pasar.


"Selama bisnis perumahan diserahkan ke mekanisme pasar kemudian, harga tanah tidak dikendalikan pemerintah, yang namanya rumah rakyat itu tidak bisa dicapai," tegasnya.


(hen/hen)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!