Sementara PT Pertagas Niaga menyebutkan untuk dapat membangun 10.000 sambungan jaringan gas kota hanya diperlukan sekitar 0,5 juta standar kaki kubik (MMSCF).
Artinya dengan melihat ketersediaan gas nasional semestinya cukup untuk mengaliri sekitar 57,4 juta sambungan per tahun. Lantas mengapa belum semua masyarakat Indonesia dapat terjangkau oleh jaringan gas kota?
Direktur Utama Pertagas Niaga Jugi Prajogio menerangkan, untuk dapat membangun gas kota setidaknya perlu dipenuhi 3 hal utama yaitu ketersediaan pasokan, ketersediaan jaringan utama dengan lokasi yang akan dikembangkan, dan adanya pelanggan.
Untuk ketersediaan gas, lanjut Jugi, yang dimaksud adalah jumlah yang dialokasikan pemerintah untuk program gas kota. Pasalnya tanpa ada alokasi dari pemerintah, Pertagas Niaga tidak memiliki dasar hukum untuk memanfaatkan dan memenuhi kebutuhan gas kota.
"Harus ada alokasi gas pemerintah beserta harga khusus. Yang 2,8 itu kan gas dengan harga keekonomian. Tapi kalau gas kota kan harus harga khusus. Kalau pakai harga keekonomian akan tumpang tindih dengan kebijakan yang sekarang seperti LPG 3 kg," papar Jugi kepada detikFinance di Palembang, Selasa (6/5/2014).
Sementara terkait dengan jaringan, dijelaskan Jugi bahwa kedekatan antara lokasi pengembangan gas kota dengan pipa gas utama memegang peran penting terkait biaya operasional.
"Idealnya jargas (jaringan gas) antara pipa utama dengan masyarakat berdekatan. Ada di 27 kota. Kalau terlalu jauh nanti kita bengkak biaya operasionalnya, jadi harus sedekat mungkin dengan pelanggan," jelasnya.
Sementara untuk ketersediaan peminat gas kota, Jugi menjelaskan bahwa ada jumlah minimal agar menarik dari sisi keekonomian. "Idealnya, gas kota minimal 10.000 sambungan rumah di satu lokasi. Kalau baru 5.000 itu kurang menarik," tuturnya.
(hds/hds)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!
