Ini Alasan Kemenhub Tak Serahkan Pengelolaan Kereta Api Sepenuhnya ke KAI

Gresik -Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) punya dasar yang kuat mengapa PT Kereta Api Indonesia (KAI) hanya menjadi operator di dalam mekanisme sistem perkeretapian di Indonesia.

Pemerintah khawatir jika KAI diberikan kuasa penuh atas sistem perkeretaapian maka akan terjadi praktik monopoli. Praktik monopoli ini dinilai hanya menguntungkan KAI dan bukan masyarakat luas.


"Kenapa sistem pengelolaan kereta api di Indonesia tidak diserahkan secara utuh kepada PT KAI? Kalau begitu namanya monopoli. Kalau sudah monopoli pasti akan ada hal yang tidak efisien. Makanya ada regulator dan operator," ungkap Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono kepada detikFinance saat meresmikan jalur Babat-Kandangan sepanjang 60 km di Kereta Api Inspeksi Ciremai, Kamis (8/05/2014).


Menurut Bambang, fungsi regulator harus tetap dipegang oleh pemerintah. Hal ini sudah menjadi dasar hukum yang kuat dan berlaku di setiap negara manapun di dunia.


"Regulator bertanggung jawab atas service safety, lalu rasa keadilan bagi para pelaku usaha, kemudian hak-hak konsumen. Siapa yang memastikan hak konsumen itu regulator. Jadi ada pola seperti itu," imbuhnya.


Ia menegaskan, KAI tidak dapat mempunyai peran ganda dan menjalankan fungsi sebagai regulator maupun operator. Meskipun KAI dinilai merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang sehat.


"Tidak ada yang bisa menguasai sendiri. Kemungkinan monopoli ada, tetapi ada yang memonitor. Kalau ada komplain bagaimana? Ini (kereta api) kepentingan publik," jelasnya.


Ada usulan pemerintah, KAI harus membayar Track Acsess Charge (TAC) kepada Kemenhub setiap tahun. Besaran TAC ini bisa berubah-ubah dan ditentukan langsung oleh Kemenhub.


Tapi KAI juga dapat dana perawatan dari Kemenhub yang dinamanakn Infrastructure Maintenance and Operation (IMO).


(wij/ang)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!