Pengusaha Minta Sistem KHL Dihapus, Ini Alasannya

Jakarta -Kalangan pengusaha mendesak sistem perhitungan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang menjadi pertimbangan pemerintah daerah menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) dihapus. Sistem ini ditenggarai menjadi alasan para buruh terus-terusan menuntut kenaikan upah setiap tahun.

Wakil Sekjen Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Franky Sibarani termasuk yang tak setuju sistem KHL tetap dipertahankan untuk menjadi pertimbangan penetapan upah di Indonesia.


Ia mengatakan, penetapan upah seharusnya berbasis produktivitas kerja, kemampuan pengusaha, dan situasi perekonomian (inflasi dan pertumbuhan ekonomi)


"Saya tak setuju ada KHL, alasannya KHL selalu diminta naik. Tapi tidak pernah mendorong, produktivitas sebagai basis penghitungan pendapatan," ujar Franky kepada detikFinance, Jumat (2/5/2014)


Ia menambahkan, berdasarkan pengalaman kenaikan upah atau adanya penambahan KHL, justru hanya memberikan ketidakadilan sesama buruh. Franky tak bisa menutup mata di kalangan buruh ada yang pemalas ada yang rajin.


"Artinya, buruh yang dorong KHL, menyamaratakan yang malas dengan yang rajin. Yang tidak punya skill dengan yang skill. Karena itulah kita terus terperangkap dengan hal-hal yang tidak efisien, efektif, dan produktif," jelas Franky.


Ia berharap pemerintah mendatang harus bisa membawa keluar dari ribet nya regulasi ketenagakerjaan di Indonesia termasuk soal ketentuan KHL dan ketentuan sistem pengupahan. Selain itu, sudah waktunya buruh bersama-sama mengangkat produktivitasnya dan memajuka ekonomi.Next


(hen/dnl)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!