"Saya pernah ungkapkan, akar masalah petani kita miskin ini adalah masalah pengelolaan lahan yang sempit hanya 0,3 hektar/kapita rata-rata nasional," ungkap Suswono di Kantor Menko Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng Jakarta, Jumat (17/10/2014).
Suswono menilai kepemilikan lahan petani di Indonesia sangat terbatas. Ia membandingkan jumlah luasan rata-rata kepemilikan lahan pertanian di luar negeri cukup besar. Di Thailand 3 hektar/kapita sedangkan di negara maju bisa mencapai 50 hektar/kapita.
"Jadi inilah yang harus diselesaikan akar utamanya ini. Petani harus diberikan tambahan lahan. Reformasi agraria harus diwujudkan. Bisa juga diberikan dalam bentuk HGU (Hak Guna Usaha) kepada individu petani. Konsep ini yang bisa diwujudkan minimal 2 hektar lah/kapita," paparnya.
Sebenarnya Suswono pernah merasa senang saat Badan Pertanahan Nasional (BPN) pernah mengatakan ada 7,2 juta hektar lahan terlantar. Tetapi dari jumlah itu yang potensial untuk pertanian hanya 4,8 juta hektar.
"Tetapi data kemarin clear and clean hanya 13.000 hektar. Jadi kaget juga saja yang clear and clean hanya 13.000 hektar," katanya.
Dijelaskan Suswono, kesulitan BPN mengeksekusi lahan terlantar adalah karena lahan tersebut ternyata telah dikuasai pemegang HGU perusahaan swasta. Jika BPN berkeinginan mengeksekusi tentu akan digugat pemilik HGU dan, dipastikan BPN akan kalah.
"Ini tentu persoalan lahan harus diperbaiki. Kita masih banyak potensi lahan yang penting ada semacam revisi dibuat tata ulang ruang atau ada semacam moratorium lahan 2-3 tahun sekalian ada tata ulang lahan saya yakin bisa menyelesaikan masalah lahan," jelasnya.
(wij/hen)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!
