"Verifikasi kapal ini kita lakukan dengan Kementerian Perhubungan yang memberikan data registrasi. Verifikasi ini juga dilakukan dengan KPK dan Kepolisian," papar Susi di Gedung Mina Bahari I, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta Pusat, Selasa (11/11/2014).
Susi menjelaskan, pihak KPK akan masuk ke KKP untuk mempelajari proses bisnis dari keluarnya kebijakan moratorium izin kapal. Jadi kebijakan yang nantinya keluar sudah mengacu pada tata kelola yang baik (good governance).
"Moratorium sudah resmi diundangkan karena Menhuk HAM sudah tandatangani. Kapal 30 GT ke atas sementara kita moratorium. Kita sedang susun untuk kita buka kembali," katanya.
Saat moratorium kapal diberlakukan, Susi juga sedang mengkaji penerapan sistem baru agar pelaku usaha mendapatkan izin tangkap ikan. Susi mencoba metode pengeluaran izin tangkap tidak lagi berbasis modal penangkapan ikan tetapi diubah menjadi modal investasi di pengolahan dan bisnis perikanan.
Intinya, jika pelaku usaha ingin mendapatkan izin tangkap harus memiliki Unit Pengolahan Ikan (UPI) sehingga menciptakan nilai tambah. Aturan ini berlaku bagi investor asing dan lokal.
"Jadi clear aturan dari kita. Izin tangkap tidak ada kalau tidak ada processing. Sehingga produknya (ikan laut) landing, proses, ekspor, hingga portofolio masuk ke kita. Ini sebuah komitmen," jelasnya.
Namun setelah izin tangkap diberikan, pelaku usaha juga harus menaati aturan baru yang dikeluarkan pemerintah. Seperti pembatasan kuota tangkap, pembatasan zona tangkap, pembatasan waktu tangkap, jenis ikan yang diperbolehkan ditangkap, serta alat tangkap yang boleh digunakan.
"Memang ada pro kontra, tetapi tetap kita akan jalankan. Aturan ini diharapkan memungkinkan kembali raw material ini landing di pelabuhan kita. Kita tidak anti investasi, tapi sustainability untuk benefit nelayan harus dilakukan," papar Susi.
(wij/hds)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!
