Hari ini, petinggi produsen rokok PT Bentoel International Investama Tbk bertemu Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin, salah satu isu yang dibahas adalah soal ratifikasi FCTC. Pihak dari Bentoel dipimpin oleh Presiden Direktur PT Bentoel International Investama Tbk Jason Fitzgerald Murphy.
"Hanya perkenalan dengan menteri baru terus menyangkut isu-isu di industri tembakau," kata Dirjen Industri Agro Panggah Susanto yang mendampingi Saleh Husin dalam pertemuan di Kantor Kementerian Perindustrian, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (11/11/2014).
Panggah mengatakan, isu yang dikhawatirkan oleh produsen masih terkait ratifikasi FCTC. Bila pemerintah meratifikasi kebijakan FCTC maka industri rokok kretek bakal terancam. Alasannya karena salah satu kerangka dalam FCTC adalah membatasi konsumsi rokok yang memiliki rasa (flavour).
"Ini kan yang paling krusial itu guideline ini mengandung flavour ini kan identitas utama kretek itu kan cengkeh," papar Panggah.
Panggah mengatakan, pihak dari Bentoel meminta pemerintah untuk tidak meratifikasi atau menyetujui perjanjian tersebut. Kementerian Perindustrian pun diminta untuk tetap konsisten untuk mempertahankan industri ini dengan tidak menandatangani FCTC.
"Pengennya pemerintah tetap konsisten. Karena dengan penandatanganan FCTC juga tak menurunkan konsumsi rokok. Mereka minta jangan ditandatangani, lalu apa keuntungannya kalau kita tandatangani FCTC," tutur Panggah.
Salah satu dampak bila pemerintah menerapkan FCTC adalah bakal mematikan industri rokok secara perlahan, terutama petani tembakau yang kini hanya meraup pendapatan dari sektor ini.
Indonesia hingga kini belum menandatangani dan meratifikasi traktat internasional pengendalian tembakau atau framework convention on tobacco control (FCTC) sehingga Indonesia belum terlalu ketat menerapkan kebijakan pengendalian tembakau atau rokok.
FCTC merupakan perjanjian internasional kesehatan hasil negosiasi 192 negara anggota Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO). Perdebatan soal ratifikasi FCTC menjadi diskusi panjang selama bertahun-tahun termasuk pada era Presiden SBY.
(zul/hen)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!
