Mulai Juli 2013, Tak Ada Lagi KRL Ekonomi Non AC

Jakarta - Kementerian Perhubungan menyatakan, rencana penghapusan KRL ekonomi non AC di Jabodetabek akan dilakukan pada Juli 2013 mendatang. Semua KRL ekonomi akan diganti dengan KRL ekonomi ber-AC.

Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Tundjung Inderawan mengatakan, rencana ini untuk meningkatkan pelayanan KRL yang saat ini memprihatinkan. Dari segi keamanan dan kenyamanan, KRL Ekonomi non AC akan diganti secara bertahap menjadi KRL ekonomi AC.


"Ini bukan penghentian, tapi penggantian secara bertahap, nantinya tidak ada lagi KA yang non AC. Semua AC," kata Tundjung di acara jumpa pers di Kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta, Rabu (27/3/2013).


Selain itu, lanjut Tundjung, pertimbangan penghapusan KRL Ekonomi Non AC adalah karena tiket KRL Ekonomi AC di Jabodetabek tidak pernah dinaikkan sejak 2002, yang pernah dilakukan malah menurunkan harga tiket. Terlebih, pemerintah ingin masyarakat berdaya beli rendah pengguna KRL dapat merasakan kenyamanan yang lebih.


"Sudah waktunya kita memberikan kenikmatan kepada saudara kita yang kemampuannnya terbatas untuk diberikan pelayanan yang sama. Sudah waktunya, karena kebijakan AC-nisasi kereta sudah dicanangkan 2 tahun yang lalu," lanjut Tundjung.


Lebih lanjut Tundjung mengatakan, dengan dihapuskannya KRL Ekonomi non AC dan dialihkan ke kereta non AC, setidaknya tarif akan naik. Namun besarannya masih diperhitungkan. Tundjung menegaskan, besaran tiket tersebut nantinya masih akan terjangkau masyarakat.


"Dengan peningkatan pelayanan ini, maka tarif yang saya sebut ekonomi KRL akan dihitung kemudian berdasarkan data dan perhitungnya yang valid yang ujung-ujungnya terjangkau oleh masyarakat," tambahnya.


Selain itu, pemerintah pun akan menyiapkan subsidi bagi masyarakat dengan daya beli rendah, jika nantinya dianggap tidak mampu membeli tiket KRL. Mekanisme pemberian subsidi ini masih sedang dikaji.


Direktur Utama PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) Tri Handoyo mengungkapkan, nantinya besaran tiket akan ditetapkan berdasarkan daya beli masyarakat. Sebagai contoh untuk KRL Ekonomi AC yang berlaku saat ini dengan rute Jakarta-Bogor sebesar Rp 9.000, sedangkan ditetapkan daya beli masyarakat hanya Rp 4.000, sisanya akan dibayarkan pemerintah langsung ke KAI dalam bentuk subsidi pemerintah.


"Harga Rp 9.000 yang bisa menutup operasionalnya KCJ, sedangkan untuk subsidi pemerintah mau Rp 4.000 atau Rp 5.000 itu terserah pemerintah, yang kami tahu hanya tarif yang kami berikan Rp 9.000, ini semua tergantung dari penumpang dan pemerintah," lanjutnya.


Mekanisme penetapan masyarakat dengan daya beli rendah masih sedang dikaji oleh pemerintah dan para pemangku kepentingan lain. Nantinya, para penumpang dengan berdaya beli rendah akan dibedakan dengan menggunakan sistem kartu atau e-ticketing.


"Di dalam mekanisme tersebut sedang dirumuskan. Yang berhak adalah yang memiliki kartu sehat, kartu pintar, Gaikin ataupun identifikasi lain yang menunjukkan mereka kelompok dengan daya beli terbatas," lanjut Tundjung.


(zul/dnl)