Utang ke Negara Rp 2,8 Triliun Tak Dibayar, Aset Tuban Petro Bakal Dieksekusi

Jakarta - PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) akhirnya buka suara mengenai nasib utang PT Tuban Petrochemical Industries (Tuban Petro) milik Honggo Wendratno Rp 2,83 triliun ke negara yang tidak kunjung dibayar bertahun-tahun pasca krisis 1998.

Sekretaris Perusahaan PPA Renny O. Rorong mengatakan, karena Tuban Petro tidak juga membayar utangnya sampai batas jatuh tempo 26 Maret 2013 lalu, maka PPA punya hak penuh mengeksekusi atau mengambil alih jaminan Honggo berupa aset Tuban Petro dan anak usahanya.


"Sikap PPA dengan gagal bayar seperti itu dan sudah jatuh tempo, maka konsekuensinya PPA sebagai pemegang hak utang mempunyai hak penuh untuk melakukan eksekusi kepada Honggo," tegas Renny kepada detikFinance, Kamis (28/3/2013).


Nantinya, PPA akan berkoordinasi dengan Pertamina soal pengelolaan aset-aset dari Tuban Petro tersebut, yang salah satunya adalah berupa kilang milik PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI).


Seperti diketahui, menurut 'notice of default' oleh PPA qq Menteri Keuangan kepada Tuban Petro pada 27 September 2012 menyebutkan, Tuban Petro diberi batas waktu melunasi utang selama 180 hari atau berarti hingga 26 Maret 2013. Meskipun aset jaminan dieksekusi, bukan berarti utang-utang Tuban Petro 2,83 triliun ke negara bebas begitu saja.


Dalam 'Notice of Default' yang dibuat PPA disebutkan, jika Tuban Petro tak membayar utangnya hingga batas waktu, maka PPA berhak mengeksekusi jaminan dan menagih kepada Honggo Wendratno selaku pemilik Tuban Petro sebagai pemberi jaminan pribadi atas utang tersebut. Termasuk dalam jaminan pribadi Honggo itu adalah 59,5% saham TPPI yang dimiliki Tuban Petro.


Selain juga, PPA bisa mengeksekusi jaminan pribadi Honggo lainnya berupa 80% saham PT Polytama Propindo, 50% saham PT Petro Oxo Nusantara, 30% saham Tuban Petro milik PT Silakencana Tirtalestari, tagihan Tuban Petro kepada PT Tirtamas Majutama (Zero Coupon Bond), dan 3rd Rank Fixed Asset TPPI.


Jadi, karena Tuban Petro tidak melunasi utangnya Rp 2,83 triliun sampai batas waktu 26 Maret 2013, maka PPA akan menguasai secara permanen 70% saham Tuban Petro.


Per 27 November 2012 Tuban Petro memiliki utang pokok, bunga, dan denda kepada seluruh kreditur yang berjumlah 362 senilai Rp 17,88 triliun yang terdiri dari kreditur separatis Rp 9,746 triliun dan kreditur konkuren Rp 8,135 triliun.


Utang separatis tercatat kepada 12 kreditur dengan porsi terbesar adalah Pertamina Rp 4,135 triliun, lalu JGC Corporation Rp 2 triliun, SKK Migas (dulu BP Migas) Rp 1,348 triliun, United Overseas Bank Ltd Rp 932 miliar, Polytama International Finance BV Rp 372 miliar, dan sisanya milik tujuh kreditur lainnya.


Untuk utang konkuren tercatat kepada 350 kreditur dengan porsi terbesar Pertamina Rp 2,444 triliun, disusul Argo Capital BV Rp 1,61 triliun.


Saat ini, nilai aset non kas TPPI per 30 September 2012 hanya US$ 899 juta atau tidak dapat menutupi liabilitasnya US$ 1,8 miliar. Kilang TPPI beroperasi komersial sejak 2006. Namun, karena menghadapi berbagai masalah termasuk keuangan, kilang berhenti operasi sejak Desember 2011.


Produksi kilang antara lain paraksilen 500 ribu ton per tahun dan benzen 300 ribu ton per tahun. Tanpa produksi dari TPPI, maka pada 2015 diperkirakan Indonesia akan mengimpor paraksilen sebesar 900 ribu ton dan benzen 400 ribu ton.


Selain Tuban Petro yang menguasai 59,5%, pemegang saham TPPI lainnya adalah Pertamina 15%, Sojitz Corporation 4,25%, dan Itochu Corporation 0,85%.


Di 2011, pihak Tuban Petro pernah mengatakan dapat pinjaman dari Deutsce Bank dan sponsor lainnya untuk membayar utang ke pemerintah senilai US$ 400 Juta dan Rp 1 triliun. Namun hal ini belum juga terealisasi sampai saat ini.


Masih di 2011, Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan telah memanggil semua komisaris di TPPI yang menjadi wakil pemerintah untuk mengutamakan kepentingan pemerintah termasuk membuat TPPI membayar utang ke Pertamina.


Dihubungi semalam, Wakil Presiden Direktur TPPI Basya G. Himawan mengatakan, karena Tuban Petro tidak melunasi atau membayar utangnya sebelum 26 Maret 2013, maka Tuban Petro tidak akan mendapatkan kembali aset-aset TPPI yang dijaminkan.


"Jadi jaminan tersebut akan jadi milik negara lewat PPA. Saat ini TPPI sudah mulai membaik pasca restrukturisasi, dan Mei 2013 akan mulai mencoba beroperasi secara perlahan," kata Basya kepada detikFinance.


(dnl/dru)