Dari Anggaran Gaji Naik 100% Hingga Perjalanan Dinas Ganda Oleh PNS

Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) baru saja merilis Indeks Hasil Pemeriksaan Semester II tahun 2012. Banyak sekali penyimpangan di tingkat pemerintah pusat maupun daerah yang menyebabkan kerugian negara.

Salah satunya mengenai Pegawai Negeri Sipil (PNS). BPK telah melakukan pemeriksaan mengenai 'Penetapan Formasi dan Pengadaan Pegawai Negeri Sipil (PNS)'.


"Jumlah PNS selama tahun 2007 sampai 2011 menunjukkan tren meningkat walaupun pada tahun 2011 jumlah pegawai menurun dibandingkan dengan Tahun 2010. Hal tersebut disebabkan pemerintah mengeluarkan kebijakan penundaan sementara penerimaan CPNS (moratorium). Dengan demikian, selama Tahun 2007 sampai 2011, jumlah pegawai bertambah rata-rata 12,38% per tahun," jelas BPK dalam Indeks Hasil Pemeriksaan Semester II-2012 yang dikutip detikFinance, Kamis (2/5/2013).


"Belanja pegawai pada pemerintah pusat dalam kurun waktu lima tahun meningkat senilai Rp 90.199,10 miliar (99,75%), yaitu pada Tahun 2007 senilai Rp 90.425,00 miliar menjadi Rp 180.624,10 miliar di Tahun 2011," demikian tulis BPK.


Begitu juga pada belanja pegawai pemerintah daerah meningkat senilai Rp 107.288,23 miliar (89,96%), yaitu pada Tahun 2007 senilai Rp 119.257,38 miliar menjadi Rp 226.545,61 miliar di Tahun 2011.


Dari hasil pemeriksaan BPK menunjukkan bahwa penetapan formasi dan pengadaan PNS Tahun 2009 dan 2010 belum efektif. Hal tersebut terlihat dari masih ditemukannya kelemahan-kelemahan yang mempengaruhi efektivitas penetapan formasi dan pengadaan PNS yang terdiri atas 26 kasus ketidakefektifan dan 12 kasus kelemahan pengendalian intern.


Sementara itu, BPK dalam IHPS II juga melaporkan kasus kerugian daerah/perusahaan sebanyak 578 kasus senilai Rp 390,33 miliar. Meliputi belanja tidak sesuai atau melebihi ketentuan, kekurangan volume pekerjaan dan/atau barang, kelebihan pembayaran selain kekurangan volume pekerjaan dan atau barang.


"Kemudian biaya perjalanan dinas ganda dan/atau melebihi standar yang ditetapkan, penggunaan uang/barang untuk kepentingan pribadi, pembayaran honorarium ganda dan atau melebihi standar yang ditetapkan, belanja perjalanan dinas fiktif, belanja atau pengadaan fiktif lainnya, pemahalan harga (mark up), dan kasus kerugian daerah/perusahaan milik daerah lainnya," papar BPK.


(dru/dnl)