Kondisi Sosial dan Politik Ikut Tentukan Kesuksesan Redenominasi

Jakarta - Penerapan penyederhanaan nominal mata uang (redenominasi) tepat jika kondisi perekonomian cukup stabil. Ini ditunjukkan dengan inflasi yang menurun dan kesiapan seluruh pelaku ekonomi untuk menerapkan kebijakan ini.

Namun, naskah akademik RUU Perubahan Harga Rupiah yang disiapkan pemerintah menunjukkan pentingnya indikator lain, yaitu kondisi sosial-politik. Dalam naskah tersebut yang dikutip detikFinance, Senin (22/7/2013), pemerintah mengambil contoh kasus di Turki, yang melakukan redenominasi pada 2005. Tidak tanggung-tanggug, kala itu Turki menghapus enam nol di belakang.


Kondisi sosial-politik di Turki sebelum redenominasi mata uang Lira pada 1 Januari 2005 dinilai sudah membaik. Tingkat risiko politik Turki pada 2001 hingga 2003 masih berada pada tingkat tinggi (rata-rata indeks risiko politik 57) akibat dari ketidakstabilan pemerintahan dalam negeri, militer yang berpolitik, dan konflik dengan Irak. Dalam periode tersebut, kondisi praktis tidak terlalu kondusif.


Namun pada 2004 dan 2005, risiko politik Turki berada pada level sedang (indeks 67). Walaupun pada akhir tahun 2004 kondisi politik Turki sedikit terganggu akibat dikotomi partai politik dalam negeri dan adanya gejolak eksternal, tetapi hal tersebut tidak mengganggu persiapan redenominasi di negara tersebut.


Menurut pemerintah, Indonesia sudah siap untuk melaksanakan redenominasi. Ini didukung oleh perekonomian yang stabil, tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang di atas 6 persen. Inflasi juga relatif stabil, dan baru naik ketika ada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).


Dari sisi sosial-politik, kondisi Indonesia dipandang cukup layak untuk redenominasi. Perjalanan demokrasi Indonesia sejak 2004 dinilai sudah semakin matang.


(hds/dru)