RI-Jepang Belum Sepakat Soal Aset Inalum

Jakarta - Hari ini pemerintah kembali mengadakan rapat koordinasi di kantor Menko Perekonomian soal pencaplokan PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) oleh pemerintah Indonesia dari Jepang. Rapat hari ini dihadiri oleh Menteri Keuangan Chatib Basri, Menteri Perindustrian MS Hidayat, dan Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo.

Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa yang memimpin rapat, mengatakan perundingan antara Indonesia dan Jepang sudah banyak kemajuan. Ia menyatakan sudah tidak ada perbedaan, kecuali persoalan nilai aset yang belum sepakat antara Indonesia dan Jepang.


"Banyak kemajuan, bahwa tidak ada perbedaan lagi antara Indonesia-Jepang. Akhir oktober sudah semua disepakati bahwa Inalum akan menjadi milik Indonesia. Yang masih kita terus bicarakan tekait dengan nilai aset, karena kita terus berpegang pada BPKP (Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan) disana berpegang pada agreement pada nilai buku asetnya," ungkap Hatta di kantornya, Selasa (23/7/2013).


Hatta menuturkan, tim negosiasi akan terus melakukan perundingan. Terakhir perundingan dilakukan pada tanggal 10 Juli 2013. "Tim dan NAA (Nippon Asahan Aluminium) akan trus melakukan perundingan. Perbedaannya terletak pada yang 1 revaluasi dan kita menganggap tidak revaluasi asetnya itu," ujarnya.


Inalum adalah usaha patungan pemerintah Indonesia dengan Jepang. Proyek ini didukung aset dan infrastruktur dasar, seperti pembangkit listrik tenaga air dan pabrik peleburan aluminium berkapasitas 230-240 ribu ton per tahun.


Pemerintah Indonesia memiliki 41,13% saham PT Inalum, sedangkan Jepang memiliki 58,87% saham yang dikelola konsorsium Nippon Asahan Aluminium (NAA). Konsorsium NAA beranggotakan Japan Bank for International Cooperation (JBIC) yang mewakili pemerintah Jepang 50% dan sisanya oleh 12 perusahaan swasta Jepang.


Berdasarkan perjanjian RI-Jepang pada 7 Juli 1975, kontrak kerja sama pengelolaan PT Inalum berakhir 31 Oktober 2013. Untuk mengambil alih perusahaan aluminium tersebut, pemerintah menyiapkan dana US$ 723 juta atau Rp 7 triliun.


(hen/hen)