"Diusut sajalah, jangan dianggap Pertamina itu senang dapat tugas PSO. Kalau PSO mau dicabut, dicabut saja. Kalau PLN belum tentu senang dapat PSO, kereta api juga. Jangan ada anggapan perusahaan yang mengemban tugas PSO kesenangan. Ini tugas. Jadi kalau misalnya kalau dicabut, cabut saja nggak ada masalah. Mereka sudah kerja keras kalau tidak memuaskan cabut saja. Nggak masalah," tegas Dahlan.
Hal ini disampaikan Dahlan saat ditemui usai penandatanganan kerjasama PT Garuda Indonesia Tbk dengan ATR di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Selasa (1/10/2013).
Seperti diketahui, Anggota BPK Ali Masykur Musa mengatakan, selama semester I-2013, BPK menemukan 9 BUMN telah melakukan mark up penyaluran dana subsidi hingga Rp 9,03 triliun. Mark up terbesar ada di BUMN PT PLN (Persero). Berikut ini daftarnya:
- PLN mencapai Rp 6,77 triliun
- PT Pertamina (Persero) senilai Rp 999,38 miliar
- Perum Bulog senilai Rp 707,66 miliar
- PT Pupuk Sriwidjaja (Persero) senilai Rp 270,95 miliar
- PT Pupuk Kaltim (Persero) senilai Rp 51,67 miliar
- PT Pupuk Kujang (Persero) senilai Rp 25,33 miliar
- PT Petrokimia Gresik (Persero) senilai Rp 134,12 miliar
- PT Pupuk Iskandar Muda (Persero) senilai Rp 16,37 miliar
- PT Pelni (Persero) sebesar Rp 48,05 miliar
Ali Masykur Musa menilai, mark up penyaluran subsidi adalah tindakan tidak sehat yang dilakukan perusahaan pelat merah. Dana hasil mark up tersebut harus dikembalikan ke kas negara.
"Permainan ini nggak sehat karena ada sebetulnya uang rakyat yang seharusnya disalurkan tapi nggak sampai. Itu akan menjadi uang BUMN. Ini adalah satu cara yang nggak baik dilakukan BUMN. Itu harus dikembalikan ke negara. Itu nggak boleh masuk ke perusahaan karena subsidi yang ditetapkan di APBN. Itu milik negara," ucap Ali.
(dnl/ang)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!