Ternyata, Dino ingin mencari perajin Indonesia yang bisa membuat jam serupa. Bila ada, maka akan bisa dipasarkan hingga ke AS.
"Saya di Hawaii beli jam kayu harganya US$ 200 (Rp 2 juta) jam tangan. Saya lihat masak orang Indonesia nggak bisa buat, maka saya foto jamnya lalu saya upload ke Twitter dan saya tantang siapa yang bisa buat seperti ini bisa bisnis hingga ke AS," ujar Dino ditemui di kantor BKPM, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (3/10/2013).
Ternyata, kata Dino, ada yang menjawab tantangannya. Namanya Joel Jonathan, dan jam tangan kayu buatan Joel jauh lebih bagus dan lebih murah.
"Buatan jam tangan Pak Joel ini jauh lebih bagus, dan harganya jauh lebih murah hanya Rp 800.000. Jam ini akan sangat prospek di Amerika, saya juga masih menantang perajin lainnya," katanya.
Apalagi, jam tangan ini bahan dasarnya adalah dari limbah daur ulang. "Bayangkan satu meja harganya Rp 5 juta, kalau dipotong-potong dibuat jam bisa jadi 100 jam tangan, harganya satu jam tangan Rp 2 juta, besar sekali untungnya dan ini laku," ungkapnya.
Soal jam tangan kayu, Joel si perajin mengatakan, jam tangan kayu buatannya tersebut tidak tahan air dan mesinnya masih diimpor dari Jepang. "Tapi kelemahan jam tangan ini, jam ini hanya untuk gaya, tidak tahan dari air. Mesin jamnya impor dari Jepang, mereknya Minota," ujarnya.
"Jam ini sudah diekspor ke Jepang, tapi belum banyak, sebulan baru sekitar 20 jam tangan kayu. Tapi usaha yang baru dibuka 5 bulan ini sudah mampu menjual 150 jam per bulan," tambah Joel.
Dino masih membuka peluang perajin lainnya yang bisa buat jam kayu tersebut bisa diajaknya buka pasar di Amerika Serikat. Siapa berminat?
(rrd/dnl)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!
