Terlalu Banyak Pungli dan Gratifikasi Bikin Indonesia Jatuh Krisis

Jakarta -Orang Indonesia cenderung menganggap biasa soal 'pungutan liar'. Pemberian hadiah atau gratifikasi menjadi hal umum di kalangan institusi baik pemerintah maupun swasta. Padahal, gratifikasi seperti ini yang menjatuhkan Indonesia ke masa krisis di 1998.

Demikian diungkapkan Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) Chairul Tanjung saat acara Risk and Governance Summit 2013, di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Rabu (4/12/2013).


"Culture kita tidak mendukung adanya governance (GCG). Contoh mengurus KTP terus beri ke pengurus RT/RW, itu dianggap bagian dari berbagi karena pola pikirnya ini orang sudah capek-capek ngurusin kita ke RT/RW jadi beri Rp 10 ribu, itu dianggap bukan sesuatu yang salah," ujar dia.


Selain itu, memberikan hadiah dari seorang nasabah kepada direktur bank dianggap sebagai hal biasa. "Misalnya kue ultah atau parcel, itu dianggap wujud silaturahmi bukan merupakan gratifikasi," kata dia.


Contoh lain, kata dia, apabila seorang pejabat perbankan tidak 'memanfaatkan' jabatannya untuk hal-hal yang bisa menguntungkan dirinya dianggap tidak 'normal'.


"Kalau pemilik bank tidak meminjam uang dari banknya sendiri, tidak menjadikan banknya sebagai kasir dan tidak dekat dengan kekuasaan maka orang itu dianggap sebagai tidak biasa, ini bukan cerita tapi kenyataan," terangnya.


Menurut Chairul, kejadian-kejadian seperti disebutkan di atas membuat Indonesia mengalami krisis ekonomi.


"Di dunia yang namanya governance menjadi sebuah tren, apa yang terjadi? Pada saat dunia berubah, Indonesia tidak berubah jadilah krisis tahun 1998. Ini adalah satu pembuktian bahwa governance itu bukanlah hanya sebuah 'checklist'," kata Chairul.


Ia menceritakan, perusahaan-perusahaan di Indonesia perlu menerapkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance (GCG). Penerapannya bukan hanya soal 'checklist' tapi kejujuran hati nurani.


"Pada dasarnya governance bukan checklist tapi passion. Bukan karena dapat predikat baik tapi tanyakan kepada hati nurani yang dilakukan itu salah atau benar," jelasnya.


(drk/ang)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!