Banyak Potensi, Tapi Kok Penerimaan Pajak Indonesia Sulit Capai Target?

Jakarta -Potensi penerimaan pajak di Indonesia cukup besar. Namun potensi itu tidak berarti menjadikan penerimaan pajak meningkat atau mencapai target setiap tahunnya.

Asosiasi Administrasi Fiskal dan Pajak Indonesia mencatat, pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, baru 2 kali mencapai target pajak dalam kurun waktu 11 tahun, yaitu di tahun 2004 dan 2008.


"Selama 11 tahun terakhir baru 2 kali mencapai target. Padahal kalau dilihat kinerja pajak kita nggak juga buruk. Selama 5 tahun terakhir kinerjanya cukup baik, dari 1% pertumbuhan PDB (Pendapatan Domestik Bruto), pertumbuhan pajak 2,6%," ungkap Tax Research Asosiasi Administrasi Fiskal dan Pajak Indonesia Bawono Kristiadji saat berdiskusi dengan Dirjen Pajak Fuad Rahmany di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Sabtu (11/01/2014).


Bawono mencontohkan, dalam APBN-P 2008, target penerimaan Ditjen Pajak adalah Rp 534,53 triliun, sedangkan realisasinya mencapai Rp 571,1 triliunm sehingga terdapat surplus Rp 36,57 triliun.


Sedangkan di tahun 2013, Dirjen Pajak gagal mencapai target Rp 1.139,3 triliun. Hingga Desember 2013, penerimaan pajak baru Rp 917 triliun atau maksimal penerimaan pajak hanya Rp 919 triliun. Padahal potensi penerimaan pajak di Indonesia cukup banyak.


"Masalah demografi di Indonesia adalah rasio produktif. Kita lagi menuju bonus banyak orang produktif. Pengangguran juga turun dan pertumbuhan kelas menengah sampai 56%. Potensi pajaknya masih sangat besar dan orang pribadinya ke mana ini kelas menengah, PPh tidak sampai 10%. Sektor tambang dan komoditi juga sektor yang paling besar sumbang pajak di Indonesia. Sektor modern juga paling besar porsinya, artinya sektor perkebunan dan pertambangan semakin besar di samping jasa dan manufaktur," tuturnya.


Belum lagi, ujar Bawono, pesatnya pembangunan properti bisa menjadi ladang penerimaan pajak yang menggiurkan. Untuk itu ia menyarankan agar dibentuk subsektor penerimaan pajak agar pendapatan pajak terkoordinir.


"Kemudian ada bisnis properti dan finansial yang meningkat pesat. Seperti di luar negeri sudah mulai ada financial property tax. Strategi pengenaan pajak antar sektor perlu dilakukan," imbuhnya.


Selain pembentukan sektor perpajakan baru, Ditjen pajak juga harus memperbanyak pengadilan pajak, agar para pengemplang pajak bisa diminimalisir. Di tahun ini, Bawono memprediksi jumlah penerimaan pajak akan kembali melesat dari target yang ditetapkan.


"Tahun 2014 masih ada ketidakpastian pembayaran pajak. Dari target Rp 1.280 triliun saya kira optimisnya hanya Rp 1.274 triliun dan pesimisnya hanya Rp 1.210 triliun atau pesimisnya hanya terealisasi 94,5%," cetusnya.


(wij/dnl)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!