Ekspor Tambang Mentah Resmi Dilarang, Ini Sikap Pengusaha Nikel dan Bauksit

Jakarta -Asosiasi bauksit dan Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) masih keberatan dengan soal angka batasan pemurnian hasil tambang seperti bauksit dan nikel. Padahal hari ini pemerintah sudah resmi melarang ekspor tambang mentah termasuk bauksit maupun nikel.

"Batasan minimum pemurnian yang diajukan pemerintah dinilai oleh dunia usaha terlalu tinggi sehingga sulit untuk dilaksanakan, khususnya oleh pelaku usaha IUP (Izin Usaha Pertambangan) bauksit dan nikel," jelas keterangan tertulis Asosiasi bauksit dan Apemindo dikutip, Minggu (12/1/2013)


Pihak Apemindo maupun asosiasi bauksit atau para IUP bauksit merasa batasan minimum pemurnian dari bauksit menjadi alumina (SGA 99% dan CGA 90%) masih memerlukan waktu didalam proses pembangunannya, mengingat besarnya nilai investasi yang sedang dikeluarkan.


"Pembangunan pabrik pemurnian bauksit menjadi alumina haruslah dibangun dalam skala yang besar agar ekononis dan efisien. Nilai investasi pabrik lebih dari US$ 500 juta dan lebih lebih dari US$ 1 miliar untuk kapasitas pabrik 2 juta ton alumina," kata mereka.


Mereka beralasan besarnya dana tersebut, maka masih diperlukan waktu beberapa tahun kedepan untuk melakukan ekspor guna mendanai pembangunan konstruksi pabriknya tersebut. Menurut mereka produk bauksit yang diekspor tersebut bukanlah berupa raw material atau ore, melainkan berupa produk bijih olahan hasil proses benefisiasi atau mineral dressing (kadar Al2O3 sudah diatas 45%).


"Diharapkan pemerintah memperhatikan aspirasi pelaku usaha bauksit ini agar hilirisasi di bauksit dapat berjalan dengan baik. Dalam hal ini pemerintah tentunya dapat meningkatkan kegiatan pengawasannya di lapangan," pinta mereka.


Pelaku usaha di bauksit meminta kemudahan seperti yang diberikan pemerintah kepada perusahaan komoditas tembaga seperti Newmont maupun Freeport. Menurut mereka pemerintah telah memberikan kelonggaran bagi pelaku usaha di tembaga dengan memberikan batasan pengolahan yang dapat di ekspor hanya sebatas konsentrat tembaga dengan kadar Cu 15%.


"Padahal produk konsentrat masih merupakan bentuk bijih (ores), yang telah dipisahkan dari pengotornya melalui proses flotasi. Saat ini produksi konsentrat tembaga di hasilkan oleh pemegang KK (Kontrak Karya) yaitu Freeport dan Newmont, yang telah beroperasi sejak tahun 1960-an," jelas mereka.


(hen/hen)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!