RI Kaya Batuan Kapur, Tapi Sayangnya Malah Doyan Impor

Jakarta -Potensi batuan kapur di Indonesia sangat besar. Namun sayang, Indonesia malah doyan mengimpor produk turunan batuan kapur yang biasa digunakan untuk pewarna kertas hingga bahan baku bedak.

"Bahan filler pengisi kertas yang jadi putih itu dari kapur. Seperti itu hampir 100% impor. Namanya bukan batu kapur lagi," kata Direktur Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya Mineral BPPT Yudi Prabangkara, pada acara diskusi tambang di Kantor Pusat BPPT, Jalan Thamrin, Jakarta, Jumat (10/1/2014).


Selama ini batuan kapur di Indonesia hanya ditambang secara mentah tanpa diolah. Bila batuan kapur yang mengandung mineral ini diolah, maka nilai tambah yang dihasilkan sangat besar.


"Kapur tohor (batuan kapur) dipanasin harganya Rp 200-Rp 300 per kg, tapi filler untuk mengisi kertas atau untuk bedak. Itu harganya bisa sampai Rp 7 ribu-Rp 8 ribu per kg. Jadi peningkatan nilai tambahnya tinggi sekali. Yang ini kita masih impor," jelasnya.


Hal senada juga ditemukan pada bijih besi. Indonesia memiliki potensi yang sangat besar bijih besi. Namun karena pengolahan bijih besi belum sampai tingkat yang modern, industri tanah air banyak mengimpor bijih besi dari luar negeri.


"Kita punya banyak sekali di Kalimantan, Sulawesi punya banyak. Tapi di sisi lain kita harus datangkan biji besi dari luar negeri untuk keperluan industri," terang Yudi.


Dari sisi ilmuwan, BPPT berkontribusi memfasilitasi pengembangan teknologi yang tepat untuk mendukung pengolahan barang tambang di Indonesia sehingga memiliki nilai tambah.


"Ada komunitas riset dan industri. Jembatan yang ini yang bisa dikembangkan Kemeterian Riset dan Teknologi dengan berbagai perannya," sebut Yudi.


(feb/dnl)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!