“Sebenarnya sudah ada pembicaraan antara kami, DPR, dan Kementerian Keuangan. Semuanya sepakat bahwa negara ini memerlukan asuransi bencana,” tegas Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, di Jakarta, kemarin.
Asuransi bencana, lanjut Sutopo, dibutuhkan untuk penanganan cepat seperti memperbaiki rumah-rumah yang rusak. “Bantuan dari pemerintah tidak bisa ganti rugi tanah dan bangunannya. Nah, asuransi itu bisa menjadi stimulus bagi warga yang terkena bencana,” katanya.
Sutopo mencontohkan, asuransi bisa memberikan bantuan untuk rumah yang rusak berat sebesar Rp 30 juta. Kemudian untuk rumah yang rusak sedang Rp 20 juta, dan rusak ringan Rp 5-10 juta.
“Itu perlu untuk recovery cepat, di Indonesia memang ketika bencana yang pertama harus diperhatikan adalah rumah. Beda dengan di Jepang, yang memprioritaskan infrastruktur. Kalau di sini, jalannya diperbaiki tetapi masih ada yang mengungsi di tenda maka kami bisa diprotes warga,” papar Sutopo.
Secara rata-rata, Sutopo menyebutkan bahwa kerugian material akibat bencana di Indonesia adalah Rp 30 triliun per tahun. Kerugian tersebut bisa ditutupi jika pemerintah membayar premi asuransi sekitar Rp 400-500 miliar per tahun.
“Perusahaan asuransi juga sudah setuju untuk meng-cover perbaikan rumah yang rusak. Tidak perlu perusahaan asing, dalam negeri juga mampu kalau mereka membuat konsorsium,” ucap Sutopo.
Negara-negara yang sudah menerapkan asuransi bencana, tambah Sutopo, di antaranya adalah Kanada, Turki, dan Italia. Selain yang disediakan pemerintah, warga juga secara individu membeli asuransi bencana secara pribadi. “Kesadaran asuransi di sana sudah tinggi,” ujarnya.
Penerapan asuransi bencana di Indonesia, menurut Sutopo, masih terhambat oleh belum adanya payung hukum. Bagaimana pun asuransi bencana menyangkut keuangan negara sehingga pembahasannya membutuhkan kajian yang memadai.
“Itu kan ibaratnya duit hilang kalau tidak terjadi bencana. Tidak bisa keluar uang kalau tidak ada output-nya. Kalau ada UU yang mengatur, pasti akan lebih mudah dan sampai sekarang itu belum ada. Tunggu saja formulasi yang tepat dari Kementerian Keuangan,” kata Sutopo.
(hds/DES)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!
