Ekspor CPO Indonesia Terus Anjlok Gara-gara Stok Dunia Melimpah

Jakarta -Sepanjang Januari 2014, harga semua minyak nabati tertekan karena melimpahnya stok di berbagai negara produsen. Seperti stok Crude Palm Oil (CPO) alias minyak sawit mentah Indonesia dan Malaysia masih melimpah akibat produksi meningkat pada akhir tahun lalu.

Menurut Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Fadil Hasan, hujan yang mengguyur belakangan ini juga telah mengakhiri masa kering di Brasil dan Paraguay. Hal ini sangat menguntungkan kedua negara itu sehingga panen kedelai tercatat meningkat sesuai harapan.


"Menurut laporan FAO, stock rapeseed di Kanada juga melimpah karena ekspor yang melambat diikuti oleh stok biji bunga matahari di region Laut Hitam yang juga tercatat melimpah. Fakta melimpahnya stok menimbulkan sentimen negatif yang menyebabkan harga minyak nabati dunia melemah dan tertekan," katanya dalam siaran pers, Sabtu (22/2/2014).


Stok minyak nabati yang melimpah di dunia berdampak pada penurunan ekspor CPO dan turunannya asal Indonesia. Januari 2014 ini, total ekspor CPO dan turunannya mencapai 1,57 juta ton atau turun sebesar 454,6 ribu ton atau 22,5% dibandingkan dengan Desember 2013 yang mencapai 2,02 juta ton.


Turunnya ekspor CPO dan produk turunannya asal Indonesia disebabkan berkurangnya permintaan dari negara tujuan utama ekspor kecuali Amerika Serikat. Ekspor ke India tercatat turun tajam hingga mencapai 54% dari 568.3 ribu ton Desember 2013 menjadi 261.4 ribu ton dan penurunan ini terjadi pada produk turunan CPO.


Turunnya ekspor ke India karena pemerintah India telah menerapkan kenaikan pajak impor refined oil dari 7,5% menjadi 10%. Hal ini dilakukan untuk melindungi industri refinery di dalam negeri yang saat ini terpakai di bawah 40% dari total kapasitas terpasang yang ada.


Penurunan ekspor cukup signifikan juga terjadi ke negara Pakistan. Penurunan tercatat sekitar 41,6% dari 116,2 ribu ton Desember 2013 menjadi 67,9 ribu ton di Januari 2013. Penurunan juga diikuti negara Uni Eropa sebesar 17% dan China sebesar 2%. Next


(ang/wij)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!