Belajar dari Kisah Mobil Listrik China

Jakarta -Ruang pameran di Beijing Auto Show itu bagai meledak pada awal pekan lalu. Tepuk tangan riuh saat mobil listrik Denza diluncurkan. Banderolnya mencapai US$ 59.100 atau sekitar Rp 591 juta dan bakal sampai ke tangan pemilik pada September nanti.

Denza adalah hasil joint venture antara raksasa otomotif Jerman, Daimler, dan BYD, perusahaan pembuat kendaraan listrik asal China. Mobil ini menjadi penawar rasa orang China yang menginginkan mobil listrik berbanderol lebih murah.


Sukacita di Beijing kontras dengan suasana hati Ricky Elson di Jakarta, beberapa hari sebelumnya. Pria yang dijuluki 'Putra Petir' ini adalah pembuat mobil listrik asal Sumatera Barat yang tak kunjung bisa mewujudkan impiannya membuat mobil listrik untuk Indonesia.


Begitu pun Dahlan Iskan, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tak lagi bisa menahan niat Ricky yang hendak kembali ke Jepang lantaran 'gagal' di negerinya sendiri. Tak sedikit duit yang dikucurkan Dahlan untuk mempekerjakan Ricky di Indonesia.


China dan Indonesia berada di dua kutub yang berbeda dalam hal pengembangan mobil listrik. Kalau di Indonesia mobil listrik masih jadi impian, di China sebaliknya. Pemerintah China justru sedang bersemangat memperbanyak populasi mobil listrik di jalanan negeri itu.


Denza bukanlah mobil perdana. Sebelumnya sudah ada produk Tesla, perusahaan mobil ramah lingkungan dari China yang punya model lebih mahal, dengan banderol US$ 117 ribu lebih atau sekitar Rp 1,1 miliar lebih.


Demi menarik minat konsumen China, pemerintah memberikan subsidi sampai Rp 222 juta lebih untuk pengembangan Denza, begitu kata pihak Daimler.Next


(DES/DES)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!