Kalau Berkuasa, PDI-P Harus Siap Trade Off

Jakarta -Sejumlah lembaga survei telah merilis hasil hitung cepat (quick count) untuk Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif yang berlangsung pada 9 April. PDI-Perjuangan meraih suara terbanyak dan diperkirakan menjadi “penguasa” di Senayan. Ini tentu mengubah posisi mereka yang sudah menjadi oposisi selama satu dekade.

Ahmad Erani Yustika, guru besar ekonomi Universitas Brawijaya, menilai PDI-P akan menghadapi perubahan besar di periode mendatang. Selama 10 tahun terakhir, PDI-P terbiasa menjadi oposisi dan itu kemungkinan besar akan berbalik.


Selama ini, PDI-P tidak jarang menentang kebijakan ekonomi yang dirilis pemerintah. Namun nantinya bisa jadi posisi ini akan berubah 180 derajat.


“Atmosfernya akan berbeda, ada situasi yang harus dihadapi ketika mereka menjadi partai pendukung pemerintah. Mungkin tidak bisa lagi berpikir ideal, harus ada kebijakan yang diambil meski tidak menyenangkan semua pihak. Pasti ada trade off,” papar Erani.


Erani mencontohkan, selama ini PDI-P menjadi partai di DPR yang bersuara paling vokal menolak kenaikan harga BBM. Jika menjadi partai pendukung pemerintah, mungkin hal seperti itu sudah tidak bisa dilakukan.


“Pada saatnya akan ada hal yang membuat ekonomi kita tertekan, misalnya kenaikan harga minyak. Kalau sudah ada di lingkaran kekuasaan, PDI-P sudah tidak bisa teriak seperti dulu ketika pemerintah ingin menaikkan harga BBM. Harus ada kebijakan yang diambil, dan butuh dukungan dari DPR,” jelas Erani.


PDI-P sendiri harus membangun koalisi, karena perolehan suara Partai Moncong Putih tidak memadai untuk mengajukan calon presiden-wakil presiden sendiri. Fauzi Ichsan, Ekonom Standard Chartered Bank, menilai koalisi yang nantinya dibangun harus lebih efektif daripada yang ada sekarang.Next


(hds/DES)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!