Kondisi ini memang sangat mengkhawatirkan. Mengingat kondisi perbatasan menjadi sangat krusial bagi negara. Sebab meliputi lalu lintas warga negara dan perdagangan antar kedua negara.
"Untuk menjaga pos pengawasan yang ada 9 itu kita cuma ada 19 orang," ungkap Kabid Kepabeanan dan Cukai Kantor Wilayah DJBC Bali NTB dan NTT Iwan Riswanto saat berkunjung ke wilayah perbatasan, Atambua, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kamis (22/5/2014).
Pos tersebut terdiri dari pos pengawasan Mota'ain, Metamauk, Wini, Napan, Kalabahi, Turiskain, Builalo, Laktutus dan Haumeniana. Setiap pos rata-rata hanya diisi oleh dua orang pegawai DJBC.
"Ya rata-rata cuma dua orang per pos. Ada yang 3 di Moata'ain karena memang pos yang paling besar," ungkapnya.
Idealnya, kata Iwan pada setiap pos pengawasan harus dijaga oleh 4 sampai dengan 5 orang. Seperti untuk pengawasan di perbatasan Moata'ain dengan tingginya aktivitas perlintasan secara keseluruhan.
"Moata'ain itu harusnya 5. Kalau Wini yang kecil mungkin 4 saja cukup," sebut Iwan.
Pada aturannya, DJBC harus mampu menjaga perbatasan dengan menyiapkan sumber daya manusia (pegawai), sistem yanng efektif dan efisien dan membuat mekanisme pelayanan untuk warga negara.
"Sampai sekarang kan kendalanya SDM juga. Kalau SDM kurang, pelayanan masih minta prima ya bagaimana. Kita usahakan sebisa mungkin," terangnya.
Untuk penambahan SDM, DJBC memang terus mengupayakan kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB). Tidak hanya pada wilayah perbatasan dengan Timor Leste, namun juga wilayah lainnya di Indonesia.
(mkl/ang)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!
