Eceng Gondok, Hadiah Raja Thailand ke Raja Bali yang Ganggu Ekonomi

Jakarta -Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menyatakan, Indonesia telah diserang 1.800 jenis asing invasif, baik hewan maupun tumbuhan. Serangan ini dinilai merugikan terutama dari sisi ekonomi.

Asing invasif adalah spesies yang bukan spesies asli tempat tersebut (hewan ataupun tumbuhan), yang secara luas memengaruhi habitat yang mereka invasi.


"Indonesia sudah kemasukan 1.800 jenis asing invasif. Ini berbahaya," ungkap Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup Arief Yowono saat berdiskusi dengan media di Kantor Kementerian Lingkungan Hidup, Jalan DI Pandjaitan, Jakarta Timur, Kamis (22/05/2014).


Ia memberikan, contoh jenis asing invasif yang menyerang Indonesia dan merugikan dari sisi ekonomi adalah eceng gondok serta keong mas, yang saat ini telah menjadi hama penggangu yang merugikan, baik secara ekologi maupun ekonomi di banyak daerah. Kerugian dari sisi ekonomi sendiri adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan kegiatan pencegahan, pengendalian, kehilangan produksi, dan lain-lain.


"Tanaman eceng gondok adalah pemberian hadiah Raja Thailand kepada Raja Bali. Tadinya memang tanaman ini bagus tetapi karena jumlahnya semakin banyak kita harus hati-hati," imbuhnya.


Jenis asing invasif lainnya adalah tanaman gulma yang telah menyebabkan kehilangan hasil pertanian setidaknya 25% dan juga mengakibatkan penurunan kualitas tangkapan ikan pada ekosistem laut dan perairan darat.


"Masih banyak lagi ada lele jumbo dari Afrika, kemudian ada ikan aligator di Waduk Jatiluhur yang bisa memakan spesies jenis ikan lain di sana, lalu ada ikan piranha yang juga ada di Waduk Jatiluhur. Jadi ini bahaya," tuturnya.


Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk meminimalisir penyebaran jenis asing invasif masuk ke Indonesia. Salah satunya adalah peran dari Badan Karantina Indonesia yang harus dioptimalkan menahan masuk jenis asing invasif ke Indonesia.


"Jenis asing invasif, kita kembali buka maka ada beberapa hal yang harus dilakukan yaitu kita susun kerangka dan fasilitas jika masuk maka yang berperan ke depan adalah Badan Karantina. Tetapi yang menjadi masalah adalah pintu (pelabuhan) kita banya sehingga masyarakat yang aktif ikut menolak. Ada Undang-undang 32/2009 karena ada risiko lingkungan dan kerusakan alam, itu sudah jadi subyek hukum," jelasnya.


(wij/dnl)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!