"Produktivitas kita kalah dengan negara tetangga di Asia Tenggara Vietnam yang mencapai 5.631 kg per hektar," ungkap Dosen Fakultas Pertanian UGM, Dr Jangkung Handoyo Mulyo, MEC dalam diskusi laporan Proyeksi Penduduk dan Kebutuhan Pangan, di Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Kamis (22/5/2014).
Menurut Jangkung, sektor pertanian harus tetap menjadi prioritas yang lebih penting ketimbang pertambahan jumlah penduduk. Masalahnya sampai saat ini belum ada teknologi yang mampu memproduksi pangan tanpa bercocok tanam.
"Ada problem yag krusial, sampai kapan pun kebutuhan pangan akan selalu meningkat. Tapi beras, jagung, daging dan garam, kita masih impor," tegas dia.
Menurut dia, masalah pangan adalah soal mati hidup suatu bangsa. Jika tidak dipenuhi akan jadi malapetaka besar sehingga perlu usaha yang lebih radikal. Saat ini tingkat konsumsi beras masyarakat Indonesia mencapai 139 Kg per kapita per tahun. Sementara setiap tahun ada 400 ribu hektar lahan subur yang dikonversi atau dialih fungsi untuk kepentingan lain.
"Kalau tidak hati-hati, kita akan menjadi pengimpor beras yang besar lagi,” katanya.
Ia mengatakan tingkat konsumsi pangan tidak serta merta hanya dipengaruhi oleh faktor pertambahan jumlah penduduk. Menurutnya, ada
faktor lain yang sangat menentukan seperti soal harga, barang substitusi, barang komplementer dan tingkat pendapatan per kapita.
"Ada kecenderungan tingkat konsumsi beras saat ini menurun, salah satunya kita mengalami peningkatan pendapatan, orang tidak lagi hanya makan beras, beberapa keluarga melakukan diversifikasi. Ini mengurangi beban ketersediaan beras," pungkas dosen Fakultas Pertanian UGM ini.
(bgs/hen)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!
