Gobel menceritakan, ia menerima banyak laporan keresahan masyarakat karena penjualan bir di minimarket. Sejak saat itu, rencana Permendag pun dibuat dan akhirnya ditandatangani dengan proses yang cukup cepat. Proses pembuatan aturan didahului beberapa pertimbangan serta dengar pendapat dengan pelaku usaha.
"Sebentar itu, sekitar sebulan. Kita kirim orang, kita tanya, cek di lokasi, dan banyak minimarket yang bandel," kata Gobel saat ditemui di kantor Kemendag, Jakarta, Jumat (17/04/2015).
Dari hasil observasi di lapangan, lanjut Gobel, ternyata ditemukan sejumlah fakta. Ternyata harga bir di minimarket cukup murah sehingga terjangkau oleh pelajar.
"Anda jualan di minimarket sama dengan minum di restoran beda kan? Bir itu satu kaleng berapa? Rp 19.000-20.000 perak. Anak sekolah pegang uang saku berapa sekarang? Coba, resah nggak orang?" tegas Gobel dengan nada serius.
Ia mengatakan, masyarakat harus cermat dengan dikeluarkannya aturan ini. Bukan berarti pemerintah menutup total akses pembelian bir, namun dibatasi di tempat-tempat tertentu misalnya hipermarket, supermarket, restoran, dan hotel.
"Bukan dilarang minum, tapi jangan sampai generasi muda terpengaruh. Memang bukan sekali minum langsung mati, tapi yang penting perubahan. Kenapa di luar negeri minuman ini dilarang bagi anak 17-21 tahun? Karena menyangkut kesehatan dan mereka ini dalam masa pertumbuhan," jelas Gobel.
(wij/hds)
Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com
