Menteri Perdagangan (Mendag) Rachmat Gobel mengungkapkan ada beberapa pertimbangan dari pemerintah mengapa pengecer di daerah wisata masih diperbolehkan menjual bir.
"Di daerah wisata itu mereka melayani para turis-turis yang di pantai Kuta dan Sanur. Mereka memberikan masukan, di samping itu mereka tidak punya pekerjaan kalau itu nggak ada. Jadi kita atur caranya. Mereka tetap mendapatkan pekerjaan dan wisatawan tetap bisa kita atur. Jadi bukan bentuk pengecualian," tutur Gobel saat ditemui di Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jalan Ridwan Rais Jakarta, Kamis (16/04/2015).
Namun Gobel memberikan sejumlah catatan bagi pengecer bir di daerah wisata. Pengecer harus terafiliasi dengan supermarket atau hipermarket, hingga hotel, bar yang memang tak terkena ketentuan Permendag No 6 Tahun 2015. Sistem penjualannya pun harus dijual ke konsumen langsung dan dikonsumsi di lokasi.
"Kita arahkan pada restoran, supermarket boleh, kita tidak larang," imbuhnya.
Dengan cara seperti ini, kontrol terhadap distribusi bir lebih mudah dilakukan. Selain itu pemerintah juga mendapatkan keuntungan berupa pajak makanan dan minuman.
"Iya dong, pemerintah dapat pajaknya, generasi muda terselematkan. Di restoran selain pemerintah bisa mendapatkan pajak dari makanan dan minuman dan juga kontrol lebih baik. Oleh karena itu mereka buatkan seperti restoran yang bisa melayani. Dan itu pedagangnya dan tokoh adat ikut mengawasi agar tidak disalahgunakan kebijakan," tuturnya.
Sedangkan ketentuan lain yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol yang berlaku mulai besok tidak ada perubahan.
"Nggak ada, semuanya sama tidak ada pengecualian. Hanya kita mengatur, jadi minimarket dan pengecer tidak diperbolehkan," tegas Gobel.
(wij/ang)
Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com