Pertumbuhan Bisnis Ritel Bakal Mandek Tahun Ini

Jakarta - Pertumbuhan ritel di Indonesia untuk tahun 2013 diperkirakan tidak sebesar di tahun 2012. Kalangan pengusaha menganggap banyaknya peraturan membuat bisnis ini jalan di tempat.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Asprindo) Pudjianto menjelaskan ini terjadi akibat kebijakan yang salah yang dikeluarkan oleh pemerintah.


"Kalau kita bicara pertumbuhan mengenai pertumbuhan ritel di tahun 2011-2012 itu 11-12%. Kita tidak muluk-muluk di tahun 2013 ini hanya di bawah double digit karena banyak peraturan yang memberatkan pelaku usaha," tutur Pudjianto saat berdiskusi dengan tema Retail Trends 2013 di Gedung WTC Jakarta, Senin (25/3/2013).


Contoh peraturan yang diakuinya memberatkan pelaku usaha adalah peraturan waralaba ritel yang mengatur kepemilikan gerai. Kementerian Perdagangan mematok hanya 150 gerai yang dimiliki oleh sendiri (company owned) sedangkan sisanya wajib diwaralabakan ke publik.


"Peraturan soal waralaba (ritel) yang sangat menghambat terutama bagi pemula yang akan membuka usaha. Dalam peraturan itu tertuang yang punya 150 milik sendiri boleh di franchise-kan tetapi namanya pemula ini susah untuk mencari franchisee-nya. Berbeda dengan perusahaan besar yang sudah mempunyai 7.000 gerai," imbuhnya.


Selain itu peraturan lain yang memberatkan pelaku usaha ritel lainnya adalah pengenaan upah khusus sektoral bagi pekerja ritel. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa kalangan ritel akan dikenakan upah minimum sektoral dengan perhitungan 5% lebih besar dari UMP standar di 2013.


"Hal ini berarti di Jabodetabek mencapai (kenaikan upah) 40-50% sedangkan di Depok mencapai 70%. Sales akan naik karena kenaikan harga dan akan berdampak pada rugi laba yang akan jelek. Apalagi tahun depan akan diikuti oleh semua provinsi ini yang ditakutkan. Padahal 90% pekerja ritel adalah pekerja informal ini yang diuntungkan dari hanya 9% dari tenaga kerja formal," katanya.


Ia menyebut tahun ini adalah tahun yang berat bagi kalangan pelaku usaha ritel. Selain regulasi, masalah infrastruktur yang buruk menambah tekanan bagi pelaku bisnis ritel.


"Tahun ini tahun berat. Kita hanya retailer dan hanya mengadu kepada prinsipal. Kalau prinsipal untung dan ruginya seelalu double digit kita hanya 2-3% per tahun. Kita harus melakukan pembicaraan kepada supplier. Peraturan yang berubah-berubah jelas pusing kita ditambah infrastruktur kita belum siap. Yang menjadi masalah juga adalah security (eamanan) di Indonesia. Bagaimana kalau brand Internasional masuk Indonesia jelas kita harus berubah," katanya.


(wij/hen)