Ini yang Membuat Harga Daging Sapi Terus Bertahan Tinggi

Jakarta - Sudah beberapa bulan terakhir harga daging untuk pasar umum di Tanah Air terus bertahan tinggi. Misalnya di Pasar Jati, Rawasari, Jakarta hari ini harga daging sapi masih bercokol Rp 95.000 per Kg.

Sekjen Komite Daging Sapi (KDS) Jakarta Afan Anugroho mengatakan, kenyataan ini menunjukkan pasokan daging dan populasi sapi lokal terus menurun sepanjang tahun ini. Walaupun pemerintah beralibi secara jumlah populasi sapi lokal sangat cukup, namun hanya terkendala distribusi.


"Masalahnya populasi itu tak mencukupi, populasi yang diklaim pemerintah sekian juta ekor ternyata tak bisa diserap oleh market dan tak satu pun pengusaha yang seketika menyerap sapi, ini membuktikan ini ada kendala disuplai, ini sudah tak bisa dibantah lagi," tegas Afan kepada detikFinance, Jumat (5/4/2013)


Seperti diketahui pemerintah masih berpegangan pasokan sapi lokal sangat cukup namun hanya terkendala distribusi. Pemerintah berpegang pada data Badan Pusat Statistik (BPS) hasil sensus sapi dan kerbau tahun 2011 yaitu berjumlah 16.707.204 ekor yang tersebar luas di seluruh wilayah Indonesia.


Menurut Afan, ada beberapa alibi pemerintah yang terbantahkan soal penyebab lonjakan harga daging sapi yang tetap bertahan hinggi kini. Ia mencatat setidaknya ada alasan pemerintah yang telah gugur.


Misalnya soal alasan harga daging tinggi karena persoalan distribusi dan transportasi. Namun menurutnya, saat ini sudah dimulai pembangunan rumah potong hewan (RPH) di sentra-sentra sapi seperti Jawa Timur, NTT, dan NTB, lagi-lagi harga daging sapi belum turun juga.


"Soal tuduhan penimbuhan, itu nggak mungkin ditimbun apalagi sapi hidup karena soal biaya pakan yang tinggi, tapi kalau daging masih bisa 2 bulan disimpan, tapi itu pun perlu biaya listrik," katanya.


Selain itu tuduhan pemerintah soal permainan belantik (pedagang sapi) yang memainkan harga ternyata tak terbukti. Afan mengaku, saat ini ia harus mencari sapi hidup ke berbagai polosok daerah namun sulit mendapatkan pasokan sapi.


"Saya sekarang cari langsung ke petani, atau langsung beli ke pasar, kenyataannya sapi bakalan semakin dikit, pembeli makan banyak. Populasi yang habis-habisan diserap setahun ini," katanya.


Ia mengakui, pemerintah sudah melakukan langkah konkret, namun tak menyelesaikan masalah. Afan mencontohkan kementerian pertanian mulai melakukan revitalisasi dengan mebuat RPH, di daerah penghasil sapi seperti Jawa Timur, agar sapi bisa dipotong di tempat.

"Yang lain pemerintah Pak dirjen menyelesaikan dengan stakeholder dengan PT KAI menyiapkan kereta khusus satu gerbng kontainer berpendingin, yang jadi persoalan RPH di Indonesia belum bisa mengiirm satu kontainer. Jadi yang jadi persoalan bukan soal revitalasi, tapi populasinya yang kurang," katanya.


(hen/dnl)