Bila memang itu satu-satunya opsi, SBY akan melakukannya. Namun, SBY akan berjuang habis-habisan agar rakyat miskin harus tetap dibantu atau diberi kompensasi.
"Jadi sekali lagi, kalau itung-itungan nanti memang saya harus menaikkan harga BBM, saya akan fight dengan DPR, agar memberikan bantuan kepada orang miskin, agar rakyat tidak menangis," kata Presiden SBY saat bertemu informal dengan pemimpin redaksi di kediaman pribadi Menteri Perindustrian MS Hidayat di Jl. Sisingamangaraja, Jakarta Selatan, Sabtu (6/4/2013) malam.
Pertemuan informal ini dihadiri juga oleh Menteri ESDM Jero Wacik, Menteri Pertahanan Poernomo Yusgiantoro, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, dan Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin. MS Hidayat yang berinisiatif menggelar pertemuan ini dan menjadi tuan rumah.
Dalam pertemuan ini, pembahasan soal BBM mendapat pembahasan yang cukup lama. Pertemuan berlangsung dari pukul 19.00 hingga 23.30 WIB.
Presiden SBY memberikan pernyataan seperti itu karena untuk menaikkan harga BBM, perlu mendapat persetujuan DPR. Dan hal ini juga perlu waktu cukup lama untuk membahasnya. Seperti pengalaman beberapa waktu lalu, pada awalnya DPR mendukung kenaikan harga BBM, tapi ternyata pada akhirnya tidak mendukung.
"Apalagi ada yang mengatakan, silakan harga BBM dinaikkan, tapi jangan coba-coba minta kompensasi untuk orang miskin. Jadi sekali lagi, kalau itung-itungan nanti memang saya harus menaikkan harga BBM, saya akan fight dengan DPR, agar memberikan bantuan kepada orang miskin, agar rakyat tidak menangis," ujar SBY.
SBY mengaku saat ini opsi yang ada terkait BBM memang tidak banyak. Namun, dirinya akan mempertimbangkan dengan seksama, dari sisi politik, ekonomi, maupun dari dimensi keamanan, dalam mengambil keputusan.
"Saya sudah mengatakan setiap kenaikan harga BBM ada direct cost, inflasi. Bila harga BBM dinaikkan Rp 500/liter, maka bila dikaitkan dengan perusahaan-perusahaan, maka akan ada kenaikan biaya produksi 3 atau 5%. Tarif transportasi akan naik dan semua akan ikut. Saya pernah menaikkan harga BBM tiga kali, harga menjadi tidak terkendali, dan angka kemiskinan naik 4%," kata SBY.
Harga-gara itu seharusnya akan turun ketika harga BBM diturunkan. Namun, saat pemerintahan SBY menurunkan harga BBM, penurunan harga-harga komoditi dan sembako ternyata tidak terjadi. "Yang terpukul adalah rakyat miskin.
"Kalau memang nanti opsi menaikkan harga BBM suatu keharusan, maka wajib hukumnya ada kompensasi dan bantuan untuk orang miskin," tegas SBY.
Untuk saat ini, kata SBY, pemerintah masih menganalisis semua opsi yang ada. "Sekarang ini, BBM subsidi yang menikmati adalah yang punya mobil, tapi yang menanggung seluruh rakyat. Karena itu, filosofinya, kalau harga BBM Rp 4.500 naik Rp 500 atau 1.500, itu bisa kita bedah, kita analisis. Tidakkah yang paling tepat, yang kaya justru tidak perlu mendapatkan subsidi? Yang kaya atau mampu, subsidinya kita kurangi signifikan. Yang miskin kita kasih subsidi sesuai kemampuan negara. Semuanya demi keadilan bagi semua," terang SBY.
Bagi SBY, opsi mengurangi subsidi bagi orang kaya dan mampu akan lebih adil. "Yang jelas, pemerintah sedang mematangkan policy apa. Mengurangi subsidi, itu jatuhnya lebih adil, tidak menaikkan inflasi dan angka kemiskinan. Tapi saya belum bisa jelaskan sekarang, karena masih terus meng-exercise," kata SBY.
Kalau misalnya subsidi BBM untuk pelat hitam langsung dicabut, kata SBY, tentu ini juga perlu mendapat pertimbangan yang matang. "Kalau subsidi pelat hitam langsung kita cabut, maka nilai ekonomi harga BBM adalah Rp 9.000/liter. Adilkah seorang guru SD mengumpulkan uang selama 30 tahun, kemudian membeli mobil tahun 1980-an, kemarin membeli BBM Rp 4.500 besoknya jadi Rp 9.000?" tanya SBY.
"Mari coba dulu, yang kaya dan mampu dikurangi subsidinya, yang miskin tetap disubsidi, dengan jalan melakukan kontrol, pembatasan dan regulasi. Kita jalan ini, setelah itu baru kita evaluasi lagi," imbuh Presiden SBY.
(asy/ang)
