Mentan: Data Pemeriksaan BPK Soal Impor Daging Kurang Tepat

Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan berbagai pelanggaran terkait impor daging yang dilakukan importir. Ada indikasi realisasi impor daging sapi melebihi kebutuhan impor.

Menteri Pertanian (Mentan) Suswono menjelaskan data yang dijadikan dasar pemeriksaan BPK kurang tepat.


"Data pemeriksaan BPK kurang tepat. Data yang dipakai sebagai dasar pemeriksaan adalah roadmap awal (Januari 2010) yang belum mengacu pada hasil sensus ternak tahun 2011," ungkap Suswono saat melakukan konferensi pers di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta, Kamis (11/04/2013).


Padahal pemeriksaan BPK tahap kedua, lanjut Suswono, dilaksanakan pada 5 November-31 Desember 2012 sudah ada data terbaru tentang roadmap swasembada daging. Data realisasi impor tahun 2010 dan 2011 diambil dari bea cukai yang sejauh ini masih dalam proses harmonisasi dengan sistem pendataan di Badan Karantina.


Selain itu proses penentuan kuota periode 2010 sampai September 2011 dilakukan oleh pejabat teknis kementan yaitu oleh dirjen peternakan dan kesehatan hewan. Sementara itu mulai periode Oktober 2011 dilaksanakan dan dilakukan oleh tim teknis lintas kementerian.


Terkait penyimpangan importasi di lapangan seperti pemalsuan dokumen dan kelebihan realisasi serta penyelundupan, Kementan mendukung penuh untuk diselidiki agar dapat diketahui impor daging selama ini.


"Kami belum menerima data resmi dan kami hanya mencoba menjelaskan sesuatu yang nampaknya ada hal-hal yang kita koreksi," cetusnya.


Seperti diketauhi, anggota BPK Ali Masykur Musa menjelaskan kejanggalan tersebut akibat lemahnya sistem pengendalian impor daging oleh Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan. Berdasarkan hasil audit terhadap 14.634 dokumen pemberitahuan impor barang (PIB) dalam rentang waktu 2010-2011, BPK menemukan beberapa masalah.


Pertama, pemberian kuota impor yang tidak memiliki dasar perhitungan yang jelas. Dalam catatan BPK, kebutuhan konsumsi daging untuk 2011 sebesar 351.900 ton dan 2012 sebanyak 365.400 ton. Sedangkan, produksi daging lokal di periode yang sama mencapai 316.100 ton dan 349.700 ton.


Ini berarti, kebutuhan impor daging sapi di periode yang sama sebesar 35.800 ton dan 15.700 ton. Namun, realisasi impor di periode yang sama justru sebesar 102.900 ton dan 34.600 ton.


Kedua, BPK menilai pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) atas impor daging sapi menghambat program swasembada daging sapi (PSDS). Padahal, tujuan utama program itu adalah menekan impor daging sapi sebesar 10% sampai tahun 2014.


Menurut Ali, penerbitan Peraturan Pemerintah No. 7/2007 yang membebaskan PPN atas impor barang tertentu malah mempermudah proses impor daging. Alhasil, pemerintah kehilangan pemasukan sebesar Rp 752,14 miliar, karena pembebasan PPN kepada importir sejak tahun 2010 hingga 2012.


(wij/hen)