"Saya tetap pada posisi harga BBM harus naik. Kalau itu efisiensi oke tetapi apakah itu bisa signifikan atau citra saja?," tutur Harry di Gedung DPR Senayan Jakarta, Kamis (11/4/2013).
Politisi Fraksi Golkar ini beralasan, pembatasan konsumsi BBM subsidi tidak berdampak signifikan terhadap penghematan anggaran.
"Saya tidak tahu itu, tapi itu harus diuji di sistem standar keuangannya. Jadi berapa aset, dan penghematannya. Misalnya mereka hamburkan Rp 100 triliun, jika hemat Rp 20 triliun berati kan tinggal Rp 80 triliun jadi yang ditonjolkan Rp 20 triliun tetapi yang dihamburkan masih banyak," tambahnya.
Terkait opsi menaikkan harga premium dan solar bersubsidi, politisi senior ini memandang, dampak kenaikan harga BBM pasti akan terasa khususnya bagi masyarakat kecil. Namun ia menegaskan, opsi ini tetap harus ditempuh oleh pemerintah untuk menghentikan melubernya anggaran subsidi.
"Ini pasti harga barang juga naik, kalau harga naik, pemerintah dan BI lepas tangan, misalnya naik BBM ada kenaikan inflasi sekitar 4-5%. Itu inflasi umum, inflasi bahan makanan bisa 10-12%. Siapa yang berani tanggung jawab itu?," tegasnya.
(feb/dru)
