Dolar Tembus Rp 10.000, What's Next?

Jakarta - Belakangan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus menunjukkan pelemahan. Dolar AS tembus Rp 10.000 atau mencapai level tertingginya dalam 3 tahun terakhir. What's next?

Pada dasarnya, nilai tukar rupiah yang berada di posisi Rp 10.000 per dolar AS bukanlah hal yang fantastis. Investor diminta untuk tidak panik melihat nilai tukar rupiah yang melemah dan dibarengi pula oleh anjloknya IHSG.


"Kita mengerti memang jika melihat kondisi pasar saat ini. Rupiah memang cukup tertekan akibat permintaan dolar yang tinggi," jelas Chief Economist PT Bank Danamon Tbk Anton H Gunawan ketika berbincang dengan detikFinance, Rabu (12/6/2013).


Hal tersebut, lanjut Anton didasari oleh beberapa faktor. "Kita juga tahu bursa baru saja diramaikan oleh pembagian dividen. Dan kebanyakan asing mengambilnya dalam bentuk dolar. Kemudian ada lagi mengenai pembayaran utang jatuh tempo swasta dan pemerintah," terangnya.


Sehingga, menurut Anton dolar bisa dibilang 'sedikit' langka di pasaran. Pada saat yang bersamaan, sambungnya, IHSG dalam beberapa bulan belakangan melonjak cukup tinggi.


"Alhasil, investor langsung profit taking untuk sementara. Banyak yang keluar," tegasnya.


"Tetapi kita lihat juga upaya Bank Indonesia yang terus mensuplai dolar dalam jumlah besar. Tetapi memang harus dijaga juga agar cadangan devisanya tidak anjlok parah," tuturnya.


Menurut Anton, BI sudah seharusnya sedikit melonggarkan keinginan 'pasar' dan membiarkan dolar AS hinggap di Rp 10.000. "Toh itu juga bukanlah hal yang mengejutkan dolar di Rp 10.000. Itu bukan hal yang tabu. Itu wajar kok masih," tambahnya.


Sampai kapan?


Anton menjelaskan, jika nantinya kepastian BBM yang 90% saat ini sudah hampir pasti untuk dinaikkan maka investor sudah bisa kembali ke pasar.


"BBM naik maka saat tepat bagi BI untuk menyesuaikan BI Rate tapi jangan terlalu besar. Katakanlah 25 basis point atau 50 basis point, sehingga respons positif ini akan membantu para investor mendapatkan kepastian," paparnya.


"Memang intinya adalah BBM. Harus naik. Karena sekarang saja ekspektasi inflasi sudah terbentuk dan bakalan terus tak pasti jika BBM tidak dinaikkan," imbuh Anton.


Sebelumnya, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Difi Ahmad Johansyah merilis kebijakan yang diambil Dewan Gubernur BI dalam menghadapi pelemahan rupiah ini.


"Dalam rangka stabilisasi kondisi moneter sehubungan dengan pelemahan nilai tukar rupiah akhir-akhir ini, Gubernur BI Agus Martowardojo menyatakan bahwa Bank Indonesia siap melakukan langkah-langkah yang diperlukan," kata Difi.


"Untuk itu, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada hari ini, memutuskan untuk menaikkan suku bunga deposit facility sebesar 25 basis poin dari 4% menjadi 4,25% berlaku mulai 12 Juni 2013," jelas Difi, yang menyampaikan keterangan usai RDG malam tadi.


Difi juga menambahkan, BI tetap akan memenuhi kebutuhan likuiditas valas dan rupiah di pasar. "Langkah ini dilakukan sebagai upaya pencegahan dalam menjaga stabilitas moneter," tutup Difi.


Rupiah memang terus melemah beberapa hari ini hingga nangkring di Rp 10.000/US$. Data Reuters, hari ini, rupiah dibuka di level Rp 9,850/US$ dan diperdagangkan paling tinggi di level Rp 10,022/US$.


(dru/dnl)