Fundamental Ekonomi Indonesia Lebih Lemah Daripada Thailand dan Filipina

Bandung - Salah satu faktor yang membuat ekonomi Indonesia mulai melemah dan rontoknya rupiah termasuk IHSG karena fundamental ekonomi yang masih rapuh. Hal karena lemahnya kebijakan sektor riil.

"Kalau bicara fundamental kita dibanding Filipina dan Thailand basis kita jauh lebih lemah, mereka bilang gini, kita nggak punya kebijakan sektor riil yang kuat, misal ada outflow nggak ada inflow yang balik, kalau Thailand misalnya, dia ada neraca perdagangan yang kuat," kata Kepala Divisi Stabilitas Sistem Keuangan OJK Hari Tangguh di Acara Pelatihan di Hotel Sensa Bandung, Jawa Barat, Minggu (8/9/2013).


Indonesia juga pernah mengalami kondisi rupiah anjlok, dan inflasi yang melambung tinggi pada krisis 1998. Namun pada periode itu ada kebijakan yang diterapkan pemerintah sehingga Indonesia mampu pulih dari keterpurukan.


"Saya bukan muji Pak Harto, tapi di zaman Orde Baru, ada GBHN, Repelita, itu salah satu contoh bagus saja, sekarang kita nggak punya. Setidaknya dengan itu, kita tahu bagaimana yang harus dilakukan dalam 5 tahun ke depan. Ada target-target yang harus dicapai. Kalau sekarang, itu MP3EI itu apa, bingung aku," ujarnya.


Menurutnya ekonomi Indonesia di tahun 2008 masih lebih baik dibandingkan kondisi ekonomi saat ini. "Ini bukan hanya kebijakan OJK tapi seluruhnya. Itu yang harus dilihat bahkan 2008 kita agak mendingan, ini jangka panjang," tandasnya.


Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner OJK Rahmat Waluyanto di tempat yang sama mengatakan untuk mengantisipasi masalah gejolak di pasar saham perlu diversifikasi instrumen investasi untuk bisa meningkatkan kepercayaan pelaku pasar.


Menurutnya, ada 2 hal yang dapat menggerakkan pasar Indonesia yaitu kinerja termasuk aspek fundamental dan sentimen. Kedua hal tersebut sangat berpengaruh terhadap kondisi perekonomian Indonesia.


"Penggerak pasar ada 2 yaitu kinerja yang termasuk aspek fundamental dan sentimen, kinerja jelek tapi kalau nggak ada sentimen negatif ini tidak akan memicu volatilitas," katanya.


Untuk itu, perlu adanya diversifikasi instrumen investasi untuk bisa mengamankan portofolio seperti pemindahan saham ke obligasi atau deposito. Selain itu, perlu dibentuk Investor Protection Fund (IPF) untuk melindungi dana investor di pasar modal.


"Pelaku pasar perlu dibentuk IPF nanti kalau ada yang merugikan investor padahal bukan kesalahan dia, terutama investor kecil jadi perlu ada perlindungan," kata dia.


Hal lain juga perlu menegakkan market integrity dengan membangun infrastruktur perdagangan yang efisien agar investasi aman.


"Di pasar modal ada jenis infrastruktur yang dibangun terkait single investor identity (SID) untuk mempermudah dan melacak transaksi apakah transaksi dilakukan oleh investor yang bersangkutan dan cara bertransaksi sehingga ada investor nakal bisa dilihat," ucapnya.


Dia menambahkan, perlu adanya insentif pajak untuk investor sehingga market bisa dikembangkan. "Misalkan investor dari luar karena mereka membawa masuk modal ke Indonesia dan menggerakkan pasar dan bisa meningkatkan likuiditas pasar," kata Rahmat.


(drk/hen)


Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!