"Saat ini sektor pertambangan batubara dalam kondisi kritis akibat terus turunnya harga komoditas batubara," ucap Ketua Komite Komersil Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Pandu Sjahrir ketika ditemui di Balai Kartini, Gatot Subroto, Rabu (11/9/2013).
Pandu mengatakan merosotnya harga komoditas batubara ini sudah terjadi sejak 2012. Selain harga jual produk yang turun, perusahaan juga mengalami peningkatan biaya produksi.
"Harga jual komoditas ini merosot tajam sejak 2012 dan dibarengi dengan terus meningkatnya biaya produksi secara signifikan," ucap Pandu.
Menurutnya, harga acuan batubara global Newcastle turun dari US$ 132 per ton pada Januari 2011 menjadi US$ 77 per ton pada Agustus 2013. Harganya sudah berkurang hampir setengahnya hanya dalam waktu setahun.
"Dengan situasi tersebut banyak perusahaan pemegang IUP (Izin Usaha Pertambangan) menghentikan operasinya serta mengambil langkah-langkah efisiensi termasuk harus merumahkan dan mengurangi jumlah karyawan alias PHK," kata Pandu.
Ditambahkan Pandu, namun bagi perusahaan-perusahaan batubara yang sampai saat ini masih bertahan terpaksa mengambil langkah-langkah darurat.
"Langkah darurat yang diambil seperti menurunkan stripping ratio yang tentunya akan berpengaruh terhadap keberlanjkutan cadangan batubara di masa depan, langkah darurat lainnya meningkatkan produksi untuk mencapai skala keekonomian," terang Pandu.
Tidak hanya itu, terus menurunnya harga komoditas batubara juga berdampak pada industri jasa usaha pertambangan atau kontraktor pertambangan batubara.
"Tercatat sekitar 5.700 karyawan perusahaan kontraktor yang sudah di-PHK selain itu kapasitas tidak terpakai (idle capacity) dari peralatan milik perusahaan kontraktor sebesar 20-25%, ini akan menambah potensi kredit macet yang akan merugikan perbankan nasional," tandas Pandu.
(rrd/ang)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!