Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) dan Jaringan Petani Kedelai menuntut dicabutnya kebijakan tersebut karena memukul para petani kedelai.
"Ada dua alasan karena pemberitaan kedelai saat ini lebih kepada kebutuhan perajin. Kemudian keluarnya paket kebijakan yaitu penghapusan bea masuk 0% dan pembebasan importasi kedelai. Yang terlihat, pemerintah lebih tunduk pada importir kedelai dibandingkan janji untuk swasembada kedelai 2014. Petani kedelai ini sangat dirugikan karena harga turun dan memukul pendapatan petani," ungkap Manager Advokasi KRKP dan Jaringan Petani Kedelai Said Abdullah saat berdiskusi dengan media di Rumah Makan Bumbu Desa Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (25/9/2013).
Said mengakui setiap tahun produksi kedelai di Indonesia terus menurun. Hal ini karena tidak ada kebijakan nyata yang diberikan pemerintah untuk membantu para petani kedelai.
"Luas areal kedelai menurun rata-rata 4,05%/tahun, atau turun 65,75% selama 20 tahun terakhir. Otomatis produksi turun rata-rata 3,05%/tahun sedangkan pertumbuhan impor naik 13,32%/tahun," imbuhnya.
Said mendorong pemerintah serius untuk menggalakkan swasembada kedelai dan memberikan subsidi yang besar untuk sektor pertanian. Hal ini sudah dilakukan negara produsen kedelai terbesar di dunia yaitu Amerika Serikat.
"Produk kedelai impor Amerika Serikat mendapatkan subsidi di Amerika saja setidaknya pemerintah setiap tahun memberikan subsidi untuk petani kedelai sebesar US$ 172 miliar. Tetapi kita justru sebaliknya," katanya.
Seperti diketahui untuk menstabilisasi harga kedelai pemerintah mengeluarkan paket kebijakan berupa pemberikan kemudahan impor bagi siapapun dengan mencabut Permendag Nomor 24 digantikan Permendag nomor 45 tahun 2013. Mengimpor kedelai tak harus memiliki importir terdaftar (IT) atau importir produsen (IP).
(wij/hen)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!