Jika Mobil Murah 'Minum' Premium, Kemenkeu Minta Kemenperin Tanggung Jawab

Jakarta - Kehadiran mobil murah atau Low Cost and Green Car (LCGC) di tanah air menuai banyak kritik. Mobil murah ini ditakutkan malah jadi masalah baru di tengah keinginan untuk hemat energi.

Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro mengaku telah mengingatkan sebelumnya ke Kementerian Perindustrian. Jika mobil murah masih menggunakan premium maka instansi tersebut harus bertanggung jawab.


"Kita waktu itu ngomong ke Perindustrian begitu. Silahkan Perindustrian bertanggung jawab gitu loh. Dan mereka sudah bilang ke saya kalau ini mesinnya untuk RON 90 ke atas. Perindustrian harus nurut dan sesuai janjinya dulu," ujar Bambang di sela-sela agenda APEC Finance Minister Meeting, di Nusa Dua Bali, Jumat (20/9/2013).


Kala itu, sudah ditegaskan mobil murah tidak akan menggunakan premium. Sehingga Kemenkeu, kata Bambang memberikan fasilitas insentif berupa pengurangan pajak penjualan dari produsen.


"Kan waktu kita ngasih fasilitas ke perindustrian kita sudah syaratkan tidak boleh kendaraan yang mesinnya bisa menerima BBM bersubsidi," sebutnya.


Bambang menyerahkan sepenuh ke Kementerian Perindustrian untuk penanganan secara teknis. Termasuk jika diperlukan pengawasan untuk penggunaan premium untuk mobil murah.


"Kita sudah ngasih perindustrian, biar perindustrian yang ngatur-lah," tegasnya.


Bambang belum berencana menarik insentif yang sudah dikeluarkan Kementerian Keuangan. Sebab, dari Permenperin dikatakan spesifikasi mesin mampu menghemat penggunaan bahan bakar.


"Pajak tuh hanya nggak bisa bilang menurut bensin. Pajak tuh hanya bisa menurut CC menurut ini gitu kan? tapi paling tidak, kalau dipaksakan BBM premium orang maksa, ya mobil itu kan ada konteks iritnya. bacalah itu di peraturannya yaitu 20 km per liter," sebut Bambang.


(mkl/dru)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!