"Yang bisa kita lakukan mengimbau saja, kalau boleh nggak minum yang kalengan impor itu boleh kan. Kita minum saja air putih, jadi itu bisa membantu juga kan. Jadi kita mengurangi konsumsi terhadap barang-barang impor," kata Wakil Menteri Keuangan I Anny Ratnawati saat ditemui di Pantai Indah Kapuk, Jakarta, Jumat (20/9/2013).
Ia menyebutkan, pengurangan konsumsi minuman kaleng impor tidak serta-merta bisa langsung menekan angka defisit.
"Ini kaitannya dengan impor sebetulnya kita nggak bisa juga dianggap turun seketika. Oleh karena itu yang kita sedang dilakukan temen-temen BKF (Badan Kebijakan Fiskal) adalah mengkaji impor ini sebetulnya dari sisi mana, apakah bahan baku dan intermediate goods, untuk menghasilkan end product," ujarnya.
Terkait itu, pihaknya tengah melakukan review untuk menyiapkan insentif fiskal. Hal ini bertujuan untuk bisa menekan angka impor.
"Temen-temen di BKF sedang melakukan review insentif fiskal yang kaitannya dengan intermediate goods. Ini untuk mendorong baik bahan baku maupun bahan setengah jadi untuk produksi yang berasal dari domestik. Dengan seperti ini maka tekanan terhadap impor itu bisa kita jaga pada jangka panjang," kata Anny.
Berdasarkan data BPS, total impor periode Januari-Juli 2013 mencapai US$ 111,83 miliar, sebanyak 6,97% merupakan impor barang konsumsi. Nilai impor barang konsumsi berkontribusi sebesar US$ 7,79 miliar. Sedangkan impor bahan baku penolong menembus US$ 85,16 miliar atau 76,16% terhadap nilai impor keseluruhan di tujuh bulan 2013. Dan impor barang modal menyumbang 16,87% atau senilai US$ 18,87 miliar.
(drk/hen)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!
