70% Utang PLN dalam Bentuk Dolar Tapi Pendapatan Rupiah

Jakarta -Mayoritas utang PT PLN (Persero) sampai saat ini berbentuk mata uang dolar AS, melemahnya rupiah membuat utang PLN semakin menggunung. Sedangkan pendapatan PLN di dalam negeri dalam bentuk rupiah.

"Mayoritas (hutang PLN) dalam bentuk dolar sedangkan pendapatannya dalam rupiah. Makanya pemerintah harus mikirin ini jangan tumpuannya hanya PLN. Porsinya 70% lebih, pokoknya terbesar di dolar," ungkap Direktur Perencanaan dan Afiliasi Anak Perusahaan PLN Murtaqi Syamsuddin saat Coffee Morning di Gedung Ditjen Ketenagalistrikan Jalan HR Rasuna Said Jakarta, Jumat (21/03/2014).


Murtaqi menambahkan utang dalam bentuk dolar berasal dari obligasi internasional, utang bank, utang penerusan pinjaman, utang sewa pembiayan atas penerapan Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) 8 terhadap transaksi dengan independent power producer (IPP).


"Kemampuan PLN itu terbatas, kemampuan finansialnya itu kebutuhannya US$ 12,5 miliar atau Rp 120 triliun/tahun, kemampuan PLN hanya Rp 50 triliun. Yang Rp 70 triliun siapa yang harus eksekusi. Itu dengan bisnis model yang diberikan pada PLN. Nah itu sekarang cari dengan utang. Kalau utangnya PLN terbatas, kemampuan berhutangnya hanya sampai Rp 50 triliun tadi," imbuhnya.


Bahkan besarnya utang PLN sudah mendapatkan peringatan dari badan rating perusahaan internasional. Ia mengatakan kondisi keuangan PLN saat ini sudah lampu kuning.


"Kita sudah dikomentari oleh rating agensi karena utang PLN terlalu besar. Utangnya Rp 400 triliun dari aset Rp 600 triliun. Itu utang jangka panjanglah. PLN ini untuk berekspansi modalnya utang. Kalau utang kita harus punya internal found yang cukup. Neraca sekarang sudah lampu kuning," katanya.


(wij/hen)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!