ESDM Minta Kenaikan Royalti Emas dan Perak Freeport Berlaku Surut Sejak 2012

Jakarta -Hari ini Kementerian ESDM akan segera mengirim surat ke PT Freeport Indonesia. Isinya adalah meminta kenaikan tarif royalti emas, perak, dan tembaga berlaku surut sejak 2012.

Permintaan ini muncul setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan Kementerian ESDM adanya kerugian US$ 169,06 juta atau sekitar Rp 1,6 triliun per tahun dari terlambatnya renegosiasi kontrak untuk satu perusahaan tambang besar.


"Saya hari ini akan kirim surat ke Freeport (Freeport Indonesia) hari ini. Dan kita minta berlaku mundur, artinya berlaku surut sesuai dengan PP No. 9 Tahun 2012 itu dikeluarkan," ungkapnya.


Sukhyar mengungkapkan, dengan berlaku surutnya aturan tersebut, maka perhitungan kekurangan royalti emas, perak, dan tembaga sejak 2012 harus disetorkan oleh perusahaan tambang, termasuk Freeport Indonesia.


"Artinya Freeport harus bayar royalti yang baru mulai 2012. Ini bisa dilakukan karena itu amanat undang-undang, kalau kita tidak lakukan kita nggak laksanakan PP tersebut, kita nanti yang kena merugikan negara," tutupnya.


Sebelumnya, Presiden Direktur Freeport Indonesia Rozik Soetjipto mengatakan, pihaknya siap menaikkan royalti tembaga dari 3,5% menjadi 4%, royalti emas dari 1% menjadi 3,75%, dan perak 1% menjadi 3,25%. Namun Rozik tidak menyebutkan apakah Freeport siap bila aturan kenaikan royalti ini berlaku surut sejak 2012.


KPK sebelumnya telah mengirimkan surat bernomor B-402/01-15/02/2014 yang ditujukan kepada Menteri ESDM. Surat ini ditembuskan kepada presiden, dikirim pada 21 Februari 2014, agar pihak terkait segera menindaklanjuti. Proses renegosasi mencakup aspek luas wilayah pertambangan, penggunaan tenaga kerja dalam negeri, divestasi serta kewajiaban pengolahan dan pemurnian hasil tambang dalam negeri. KPK melihat proses renegosiasi kontrak ini berlarut-larut.


Padahal, dalam pasal 169 UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara telah dinyatakan dengan tegas bahwa ketentuan yang tercantum dalam pasal KK dan PKP2B disesuaikan selambat-lambatnya 1 tahun sejak UU No. 4 Tahun 2009 diundangkan. Artinya, renegosiasi kontrak semestinya sudah selesai tanggal 12 Januari 2010.


Dengan berlarut-larutnya proses renegosiasi, berdampak tidak terpungutnya penerimaan negara, dan ini tentu saja merugikan keuangan negara. KPK memperkirakan, selisih penerimaan negara dari satu perusahaan besar (KK) saja sebesar US$ 169,06 juta per tahun.


Misalnya, Freeport Indonesia sejak tahun 1967 sampai dengan sekarang menikmati tarif royalti emas sebesar 1% dari harga jual per kg. Padahal, di dalam peraturan pemerintah yang berlaku, tarif royalti emas sudah meningkat menjadi 3,75% dari harga jual emas per kg. Dengan berlarut-larutnya penyesuaian kontrak oleh Freeport Indonesia, terjadi kerugian keuangan negara sebesar US$ 169 juta setiap tahun dari yang semestinya menerima US$ 330 juta. Kenyataannya, negara hanya menerima US$ 161 juta.


(rrd/dnl)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!