Hitungannya, jika saat ini harga BBM keekonomian sekitar Rp 11.000/liter dengan asumsi tak ada perubahan harga maka ada kenaikan harga Rp 4.500/liter selama 4 tahun, dengan asumsi harga jual BBM (premium) di SPBU saat ini Rp 6.500/liter.
"Ada kenaikan sedikitnya Rp 4.000 selama 4 tahun, atau setara Rp 1.000 per tahun," kata Ketua Umum Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Eri Purnomohadi kepada detikFinance, Rabu (30/4/2014).
Menurut perhitungannya, dengan kenaikan harga Rp 1.000/liter/tahun maka ada penghematan subsidi BBM sekitar 15% atau setara Rp 30 triliun/tahun. "Kalau dalam 4 tahun ada penghematan Rp 120 triliun," katanya.
Eri menilai gagasan yang disampaikan Jokowi sangat positif terutama bagi pelaku usaha di bisnis Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Dengan kenaikan harga bertahap maka pengusaha SPBU bisa menyusun rencana bisnisnya dengan tepat.
"Itu bagus, sehingga tak ada orang spekulasi, sehingga ada kepastian berapa per tahun minimal. Orang akan memprediksi, pengusaha harus punya perencanaan ke depan," katanya.
Selain itu, adanya penghapusan BBM subsidi akan mendorong bisnis hilir ritel BBM di Indonesia. Semakin harga BBM mendekati keekonomian, maka pangsa pasar SPBU non Pertamina makin besar atau menjadi insentif tersendiri bagi SPBU asing seperti Shell, Total, dan lainnya.
"Sekarang saja Shell sudah punya 80 SPBU, apalagi kalau harga BBM sudah keekonomian," katanya.
Ia juga mengusulkan agar rencana penghapusan BBM subsidi harus dipayungi hukum yang lebih tinggi, misalnya Undang-undang (UU) APBN.
(hen/hds)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!
