Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energi (PGE) Rony Gunawan mengungkapkan, dari 53 wilayah kerja panas bumi hampir sebagian besar mangkrak.
"Hampir semua, hanya proyeknya PGE dan Supreme Energy saja yang jalan, yang lainnya mangkrak," ucap Rony dihubungi, Senin (19/5/2014).
Rony mengatakan, salah satu penyebab banyaknya proyek PLTP di Indonesia mangkrak adalah karena rendahnya tarif pembelian listrik oleh PT PLN (Persero), sehingga membuat pengembalian modal proyek ini sangat lama.
"Kami maklum dengan PLN kadang berat dengan harga tarif listrik yang diminta pengembang PLTP, karena PLN itu mendapatkan tugas dari pemerintah walau bagi PLN tarifnya kemahalan, karena diakan BUMN harus cari untung," ucap Rony.
Ia menambahkan, salah satu gambaran tarif pembelian listrik panas bumi di Indonesia terlalu murah yakni berdasarkan harga patoran pembelian tenaga panas bumi di Peraturan Menteri ESDM nomor 22 Tahun 2012.
"Harga paling rendah ditetapkan US$ 10 sen/kWh dan paling tinggi US$ 17 sen/kWh untuk tegangan tinggi. Sedangkan untuk tegangan menengah harganya dari US$ 11,5 sen/kWh-US$ 18 sen/kWh, itu pun kalau paling tinggi harganya ada di Maluku dan Papua," ungkapnya.
"Sementara di Amerika Serikat harganya US$ 9 sen-US$ 19 sen/kWh dan biaya eksplorasi ditanggung pemerintah. Di Indonesia tanggung sendiri, di Jerman US$ 23 sen/kWh, di Filipina US$ 12 sen-US$ 13 sen/kWH, Jepang US$ 30 sen-US$ 46 sen/kWh," tutupnya.
(rrd/dnl)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!
