Menurut Juniman, Kepala Ekonom BII, dibutuhkan kebijakan radikal untuk mengatasi terus membengkaknya subsidi BBM. Dia mengusulkan adanya kenaikan harga BBM bersubsidi secara berkala, seperti yang sudah dilakukan pemerintah untuk tarif listrik.
Dia mencontohkan kenaikan harga Rp 500 per liter setiap 2 bulan. Dengan demikian, dalam waktu kurang dari 2 tahun harga BBM bersubsidi sudah sama dengan harga pasar. Masyarakat pun bisa melakukan persiapan, karena jadwal kenaikan harga sudah pasti.
Kenaikan harga BBM bersubsidi secara berkala hanya satu tahapan. Kebijakan selanjutnya adalah konversi dari BBM ke sumber energi alternatif, seperti bahan bakar gas (BBG).
Konversi ini harus menjadi program nasional yang digarap dengan serius. "Seperti ketika pemerintah menggalakkan konversi dari kerosin (minyak tanah) ke elpiji," ujar Juniman kala dihubungi detikFinance, Kamis (3/7/2014).
Pemerintah, lanjut Juniman, perlu terlebih dulu menyediakan converter kit secara gratis, terutama kepada angkutan publik. Kemudian, harus ada kebijakan mobil produksi baru dilengkapi converter kit.
"Ini memang harus strict (tegas). Oleh karena itu, perlu dikomandoi langsung oleh presiden atau wakil presiden baru," kata Juniman.
Peran presiden atau wakil presiden baru, tambah Juniman, dibutuhkan untuk mengkoordinasikan lintas kementerian yang terlibat. "Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, dan sebagainya harus bisa terkoordinasi. Supaya ujung-ujungnya tidak saling menyalahkan juga. Seperti dulu Pak JK (Jusuf Kalla) yang meng-handle langsung konversi kerosin ke elpiji," paparnya.
(hds/hen)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!
