Pengusaha Ritel Keberatan UMP Naik 30% Per Tahun

Jakarta - Para pengusaha ritel keberatan dengan keinginan para buruh yang menginginkan upah minimum provinsi (UMP) naik 30% setiap tahun.

Wakil Sekjen Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Satria Hamid mengatakan kenaikan 30% cukup memberatkan pengusaha.


"Kenaikan 30% harus dikaji lagi secara mendalam. Karena sekarang saja UMP sudah memenuhi KHL (Komponen Hidup Layak). Jadi hendaknya fenomena ini kita bicarakan secara tepat karena kebijakan ini memberatkan kita sebagai pelaku usaha," kata Satria Hamid saat ditemui di Carrefour Kota Kasablanka Jakarta, Rabu (01/05/2013).


Menurut penuturannya, UMP adalah salah satu komponen penting yang dapat mempengaruhi biaya operasional secara umum. "Karena kita retail membuka cabang dari Sabang sampai Merauke ini yang menjadi fenomena, UMP itu salah satu komponen yang mempengaruhi operasional ritel, dan upah tenaga kerja itu efisien tidak tinggi seperti itu," katanya.


Menurut Satria, kenyataanya para Serikat Pekerja (SP) menuding KHL saat ini belum mencukupi kebutuhan para buruh. Pihak buruh selalu meminta kenaikan jumlah KHL dari 60 KHL menjadi 84 KHL di tahun 2013.


"SP itu selalu menuduh dengan KHL dan sebagainya yang tidak cukup dan ini memberatkan sisi retail itu sendiri selain isu kenaikan listrik. Karyawan juga tergantung dari revenue pengusaha. Kalau itu menjadi masalah kan susah juga. Sehingga kalau urusan UMP memang makanisme ditentukan bipartit juga tripartit yang diwakili oleh Apindo. Kami mengamanahkan ini secara bipartit yang lebih mendalam dan detail. Ini kita bisa lihat operasional toko yang mengganggu atau tidak," tegasnya.


Sejak awal tahun 2013, serikat Pekerja terus meminta kenaikan upah setiap tahunnya sebesar 30% hingga genap 100% pada 2015. Artinya kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2013 mencapai 40%, harus dilanjutkan kenaikan UMP 2014 & 2015 masing-masing 30%.


Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal beberapa waktu lalu mengungkapkan hal ini dilakukan karena kenaikan rata-rata upah di Indonesia beberapa tahun lalu tidak sebanding dengan tingkat inflasi di Indonesia.


(wij/hen)