Misalnya dari sisi ukuran, kedelai lokal rata-rata berukuran 15 gram per 100 butir. Sementara kedelai impor ukurannya 18 gram per 100 butir. Selain itu, kedelai impor berwarna putih dan memiliki kandungan protein tinggi sebesar 35%.
"Sebenarnya Indonesia sudah mengembangkan beberapa varietas kedelai yang juga memiliki ukuran besar seperti Burangrang, Bromo, dan Argomulyo yang bisa mencapai 18 gram per 100 butir," kata Pakar Agronomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Didik Indradewa, kepada wartawan di kampus UGM, Yogyakarta, Rabu (11/9/2013).
Menurutnya tidak semua varietas kedelai lokal mempunyai kandungan protein yang rendah. Namun adapula ada pula varietas lokal yang mengandung protein hingga 45%.
"Varietas tersebut tidak banyak dikembangkan oleh petani. Petani hanya menanam kedelai varietas Wilis yang hanya berukuran 13 gram per 100 butir," katanya.
Didik mengatakan krisis kedelai yang terjadi saat ini salah satu sebabnya karena kurangnya lahan pertanian. Indonesia setidaknya membutuhkan 2 juta hektar lahan pertanian untuk mencukupi kebutuhan kedelai dalam negeri.
Ia mencontohkan Indonesia saat ini masih kekurangan beras sekitar 200 ribu ton. Untuk mencukupi kebutuhan pokok tersebut harus menyediakan 1 juta hektar lahan lagi.
"Tapi sekarang ini kebutuhan impor padi saja sampai 2 juta ton sehingga kita masih kekurangan lahan sekitar 2 juta hektar secara keseluruhan," katanya.
Dikatakannya untuk mengatasi kekurangan kedelai saat ini perlu peningkatan luasan lahan. Selain itu, penanaman kedelai asalnya tanaman juga mengalami persaingan di tingkat lahan dengan tanaman lain.
"Kalau produksi kedelai naik akan menggeser produksi jagung atau sebaliknya. Jadi lahan harus dinaikkan agar produksi kedelai lokal bisa memenuhi kebutuhan. Yang sekarang terjadi produksi kedelai turun karena tidak bisa bersaing dengan kedelai impor dan tanaman lainnya," katanya.
Didik menambahkan pada tahun 1992 Indonesia mampu memproduksi 1,6 juta ton kedelai dalam setahun. Namun angka tersebut terus menurun karena areal pertanian semakin berkurang. Akibatnya produksi kedelai kini hanya tinggal 800.000 ton per tahun.
"Kasus sekarang ini adalah krisis kedua. Hal ini akan terus berlanjut jika tidak ditangani dengan baik," ungkap guru besar Fakultas Pertanian UGM itu.
Adanya krisis kedelai ditengarai karena petani enggan menanam kedelai karena produktivitasnya rendah dan kalah bersaing dengan kedelai impor. Akibatnya petani tidak mau menerapkan teknologi untuk meningkatkan produktivitas.
“Rata-rata produktivitas petani 1,3 ton per hektar sedangkan dari varietas kedelai yang dikembangkan oleh peneliti bisa menjapai 3-4 ton per hektar," katanya.
Didik berharap kedepan para petani mulai mau menanam kedelai varietas unggul sehingga produktivitas naik. Hal ini bisa mengatasi terjadinya krisis kedelai.
(bgs/hen)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!