Di sentra rempeyek dusun Pelemadu desa Sriharjo Bantul. puluhan pelaku usaha rempeyek kini terpaksa membiarkan sebagian tungkunya tak berapi. Mahalnya harga kedelai membuat mereka mengurangi jumlah produksi.
Rohmadi (35) salah satu pengusaha rempeyek kedelai mengaku, sebelum terjadi kenaikan harga ia menghabiskan satu kuintal kedelai dalam satu hari. Tapi kini, separuhnya pun tak berani.
"Sebenarnya permintaan rempeyek kedelai tinggi. Tapi karena untungnya tipis, ya terpaksa produksi dikurangi", kata Rohmadi, Selasa (3/9/2013).
Tragisnya, pengurangan jumlah produksi ini diiringi pengurangan jumlah karyawan. Ia kini mempekerjakan tujuh orang dari sebelumnya 17 orang yang semuanya perempuan.
"Ya terpaksa dikurangi wong tidak ada yang dikerjakan. Kalau hanya memproduksi sedikit kan tak butuh banyak orang", ujarnya.
Mahalnya bahan baku juga di keluhkan Bayu Tri (32). Menurutnya, harga kedelai tak lagi bisa mendatangkan keuntungan. Untuk menyiasatinya, ia mengecilkan ukuran rempeyek dan mengganti plastik kemasan dengan yang lebih kecil.
"Kalau tidak dikecilkan kita tidak dapat untung sama sekali. Mau diniakkan harganya juga tidak berani karena pasti susah laku. Kalau tidak demi menjaga pelanggan, kita sebenarnya memilih libur dulu", kata Bayu.
Harga rempeyek kedelai dengan isi delapan biji rata-rata dihargai Rp 3.000 perkemasan. Dari sentra di dusun Pelemadu ini, rempeyek tak hanya di jual di kawasan DIY tapi juga Solo hingga Jakarta.
(dnl/dnl)
