Pemerintah akan Ganti Direksi dan Komisaris Asal Jepang di Inalum

Jakarta -Pemerintah akan mengganti direksi dan komisaris PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) yang berasal dari Nippon Asahan Alumunium (NAA) dan menggantinya dengan orang Indonesia. Hal ini terkait pengambilalihan 100% saham Inalum oleh pemerintah pusat mulai 1 November 2013.

Deputi Industri Strategis dan Manufaktur Kementerian BUMN Dwiyanti Cahyaningsih mengatakan, pergantian direksi ini akan dilakukan melalui Rapat Umum Pemegang Saham PT Inalum, setelah proses negosiasi dilakukan. Rencananya ada 2 Direksi dan 2 komisaris asal Jepang yang akan diganti.


"Rencananya besok RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), tapi itu tergantung dari negosiasi nanti," kata Dwiyanti setelah melakukan rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (30/10/2013).


Sore tadi, pemerintah melakukan rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI mengenai pengambilalihan PT Inalum Hadir dalam rapat tersebut Menteri Keuangan Chatib Basri, Direktur Jenderal Kerjasama Industri Internasional Agus Tjahajana, Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Fuad Rachmany, Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Mardiasmo, Deputi BUMN bidang Industri Strategis dan Manufaktur Kementerian BUMN Dwiyanti Cahyaningsih.


Rapat ini menghasilkan beberapa 6 poin kesimpulan yang intinya Komisi XI DPR RI menyetujui pengambilalihan Inalum dari pihak Jepang dengan nilai anggaran sebesar Rp 7 triliun. Berikut hasil rapat tersebut:



  • Seusai dengan kesimpulan rapat kerja DPR Komisi XI dengan Menteri Keuangan menyetujui penggunaan anggaran Rp 2 triliun pada APBN 2012 dan Rp 5 triliun pada APBN 2013 untuk mengambil alih Nippon Asahan Alumunium sebesar 58,88% pada PT Inalum.

  • Harga pembelian PT Inalum sebagaimana poin 1 hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang berakhir pada 31 Oktober 2013.

  • Proses pengelolaan lebih lanjut PT Inalum oleh pemerintah harus tunduk kepada UU No.1 thn 2004 tentang pembendaharaan negara dan peraturan perundang-undangan lainnya.

  • Komisi XI DPR dan Menteri Keuangan sepakat dalam pengambilalihan PT Inalum sudah memperhitungkan tanggung jawab lingkungan.

  • Komisi XI DPR RI dan Menteri Keuangan menyepakati pasca pengambilalihan PT Inalum untuk melakukan penyempurnaan terhadap tata kelola dan proyeksi bisnis PT Inalum.

  • Pemerintah berkewajiban untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai manfaat ekonomi (seperti deviden pajak dan lain sebagainya) sosial dan/atau manfaat lainnya dalam pengambilalihan saham 58,88% saham NAA di PT Inalum berdasarkan pasal 41 UU No. 1 tahun 2004 tentang pembendaharaan negara.




Inalum adalah usaha patungan pemerintah Indonesia dengan Jepang. Proyek ini didukung aset dan infrastruktur dasar, seperti pembangkit listrik tenaga air dan pabrik peleburan aluminium berkapasitas 230-240 ribu ton per tahun.

Pemerintah Indonesia memiliki 41,13% saham Inalum, sedangkan Jepang memiliki 58,87% saham yang dikelola konsorsium Nippon Asahan Aluminium (NAA). Konsorsium NAA beranggotakan Japan Bank for International Cooperation (JBIC) yang mewakili pemerintah Jepang 50% dan sisanya oleh 12 perusahaan swasta Jepang.


Berdasarkan perjanjian RI-Jepang pada 7 Juli 1975, kontrak kerja sama pengelolaan Inalum berakhir 31 Oktober 2013.


(zul/hen)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!