"Kasus bawang putih tanggal 20 Maret 2014 ini akan diputuskan. Hasil persidangan sudah ada di tangan komisi apa hasilnya saya belum berani mengatakan," ungkap Juru Bicara KPPU Mohammad Reza kepada detikFinance, Rabu (19/03/2014).
Ia sedikit memberikan gambaran bila kebutuhan komoditas bawang putih di Indonesia cukup tinggi. Namun kebutuhan yang tinggi itu tidak diimbangi dengan produksi. Akibatnya sebagian besar produk bawang putih Indonesia harus diimpor dari negara lain.
Sementara itu, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan membuat sebuah sistem tata niaga impor. Diduga kuat celah ini dimanfaatkan importir untuk meendatkan keuntungan dengan memasok bawang putih dengan jumlah yang kecil.
"Itu (bawang putih) kan kebutuhan tinggi tetapi produksi dalam negeri tidak terpenuhi kemudian dibuat ketentuan tentang impor. Pemerintah membuat tata niaga dan ini dugaannya pelaku usaha tertentu saja yang mendapatkan dan mereka mengatur berapa besaran impornya. Kalau dalam teori demand meningkat tetapi suplai tetap maka akan terjadi kenaikan ini yang dinamakan kartel bawang putih," tuturnya.
Saat persidangan KPPU rutin memanggil para importir untuk meminta kejelasan seperti PT MAD, PT Sumber Roso, PT GSP, CV Bintang, PT Lintas, PT Dakai Impact dan PT Tunas Utama. Bahkan KPPU juga mengundang perwakilan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian.
Selain itu, KPPU juga telah melakukan investigasi dengan langsung mendatangi Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya tempat di mana 390 kontainer yang sebagian besar berisi bawang putih tertahan.
"Nanti kita lihat posisi komisi seperti apa. Tetapi kita lihat untuk produk-produk Indonesia yang demand-nya tinggi tata niaga ini kecenderungannya akan dimanfaatkan pelaku usaha untuk melakukan kartel," cetusnya.
(wij/ang)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!
