Salatudin menganggap pemerintah tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap nasib nelayan. Misalnya soal kebijakan pemerintah memangkas volume solar subsidi di 2015, hingga nasib keselamatan nelayan.
"Nelayan jadi anak tiri di negeri sendiri. Subsidi untuk kami hanya satu yaitu subsidi BBM dan itupun dicabut (dikurangi)," kata Salatudin di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Rabu (21/01/2015).
Selain soal pengurangan kuota solar subsidi untuk nelayan, tata niaga harga ikan juga tidak pernah diatur pemerintah. Harga ikan di tingkat pelelangan cukup rendah dan tidak mampu mensejahterakan kehidupan nelayan.
"Masalah harga ikan nggak pernah digubris. Kemudian keamanan nelayan di tengah laut juga tidak pernah diatur. Kami sering dirampok oleh perompak di laut," jelasnya.
Sementara itu Ketua Umum HNSI Yussuf Solichien mengatakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti tidak perlu memangkas kuota subsidi BBM solar dari 2,1 juta kilo liter (KL) menjadi 900.000 KL tahun ini. Ia mengusulkan subsidi BBM juga tidak hanya dinikmati hanya oleh kapal-kapal di bawah 30 Gross Ton (GT), namun juga boleh untuk kapal di atas 30 GT.
"Kami minta pemerintah tetap memberikan subsidi BBM kepada nelayan tanpa memandang GT kapal," katanya.
Ia meminta pemerintah lebih memberikan perhatian kepada pelaku usaha perikanan termasuk nelayan. Selain subsidi BBM, benih ikan, pakan ikan hingga obat-obatan ikan juga perlu disubsidi.
"Petani diberikan subsidi puluhan triliun. Apakah bapak-bapak pernah memberikan subsidi bagi nelayan? Tidak ada. Untuk subsidi nelayan budidaya ada pakan, benih ikan dan obat-obatan. Kami tidak mau dianak tirikan di Indonesia," keluhnya.
(wij/hen)
Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com
