Duh, Masih Banyak Pengrajin Bikin Tempe Dengan Diinjak-injak

Jakarta - Saat ini tercatat ada sekitar 115.000 pengusaha tempe dan tahu tersebar diseluruh Indonesia. Sebanyak 99,9% merupakan pengusaha kecil dan tradisional.

Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakopti) Aip Syarifudin menjelaskan, masih sedikit pengusaha tempe yang melakukan proses produksi dengan menggunakan peralatan secara modern dan bersih. Bahkan masih banyak proses produksi tradisonal yang dilakukan secara tidak sehat seperti kedelai diinjak dengan kaki agar kulitnya terkelupas.


"Pengrajin tradisional 99,9%. Produksi pembuatan diinjak-injak masih banyak. Coba pergi ke Jawa," ucap Aip kepada wartawan di acara Lokakarya Tempe Nasional di Gedung SMESCO Jakarta, Rabu (12/6/2013).


Melihat kondisi ini, Aip mulai bertahap mengajak para anggotanya untuk berbenah. Salah satunya mengadopsi konsep pabrik tempe mini higienis 'Rumah Tempe' di setiap provinsi. Hal ini dilakukan untuk menangkap potensi dan manfaat tempe yang sangat besar. Termasuk pemanfaatan teknologi untuk peningkatan produksi.


"Perlu dibuat rumah tempe. Karena selama ini ada faktor budaya, contoh misal kalau bikin tempe memanaskan tempe dari dulu pakai kayu bakar, ganti gas nggak mau. Ribet katanya. Kalau diganti batu bara. Itu pelan-pelan. Karena kayu bakar merugikan," tambahnya.


Di tempat yang sama, Sekretaris Jenderal Forum Tempe Indonesia (FTI) Dadi Maskar menjelaskan pihaknya sendiri juga secara aktif mensosialisasikan proses produksi dan pembuatan tempe yang bersih dan sehat.


Diakuinya potensi dan manfaat tempe masih sangat besar. Hal ini, sangat disayangkan kalau produksi dilakukan dengan cara yang kurang sehat dan bersih, padahal konsumen makin sadar dengan makanan yang sehat.


"Tantangannya, karena ini diproduksi orang banyak sulit pengaturannya. Pedekatannya persuasif. Forum Tempe, kita melakukan pendekatan. Cara produksi belum higinies, masih ada misal menggunakan perebus bukan stainless, padahal kalau pakai stainless supaya tidak campur dengan berat. Seharusnya memproduksi pakai pakaian yang bersih dan tidak telanjang dada. Yang perlu dilakukan, pertama higienis perorangan, perlatan kerja, ketiga prosesnya. Prosedurnya harus benar," paparnya.


(feb/dru)